Semua mengelilingi Aisha, para lelaki di kanan Ustaz Aziz, sementara jamaah perempuan di sisi kiri. Ustaz tersebut memulai bacaan ruqyah dengan suara yang jelas dan kuat. ayat-ayat suci Alquran mengalir dengan lancar dari bibir beliau, diikuti doa-doa untuk kesembuhan dan perlindungan.
"La ilaha illallah." Gema suara itu menyatu menghangatkan udara malam yang dingin. Aura kebersamaan dan dukungan terasa kuat di sana. Lengan para jamaah bertaut satu sama lain di safnya masing-masing.
Angin sepoi-sepoi mulai berhembus, menyebarkan vibrasi doa ke seluruh penjuru, menciptakan gelombang energi positif yang kuat. Cahaya bulan pun seolah menyinari mereka lebih terang, memberi kehangatan dan sokongan.
Tiba-tiba, di tengah kedamaian itu, mereka semua merasakan sebuah getaran yang tidak biasa, seolah-olah ada kekuatan yang berusaha memberontak tetapi justru semakin melemah seiring doa dan ruqyah yang terus berlangsung. Lengan-lengan mereka makin kuat bergandengan, pikiran semakin berfokus di antara tulusnya permohonan yang dipanjatkan.
Di luar lingkaran, Anwir kewalahan merasakan kekuatannya yang mulai terkikis. Ia sangat gelisah, gerak-geriknya semakin acak. Satu per satu mata di tubuhnya tertutup. Sosoknya berubah menjadi selembar bayangan hitam yang semakin samar. Dengan kesal, makhluk jahat itu pun meninggalkan mereka. Aisha pun berhenti bernyanyi.
Derum mesin mobil terdengar dari kejauhan, memecah kesyahduan. Begitu tiba, para tenaga medis dengan cepat mengambil alih, membawa Aisha ke dalam ambulans dengan hati-hati. Haikal terkejut melihat mobil yang dikendarai Pak Jamal menyusul datang.
Sopir itu tampak lega saat menghentikan kendaraan, dan keluar. “Saya khawatir sekali, Den. Sejak sore tadi Aden tidak bisa dihubungi. Begitu saya susul ke losmen, semuanya kacau. Bahkan, pemiliknya meninggal,” tutur Pak Jamal dengan nada panik, jauh dari kebiasaannya yang sangat tenang dan strategis.
“Saya bingung melihat tidak ada siapa-siapa di sana dan hanya menemukan ini,” lanjut beliau sambil menunjukkan ponsel Haikal. “Buru-buru saya panggil ambulans untuk mengurus jenazah ibu tua itu dan langsung ke sini. Aduh! Aden terluka! Ayo, saya antar ke rumah sakit!”
Haikal mengajak beberapa ustaz ikut masuk ke mobilnya. Sementara yang lain bersiap kembali ke pesantren. Pak Jamal mengendalikan mobil dengan tenang mengikuti ambulans, sementara Haikal menghubungi Pak Irfan.
Di dalam ambulans, Ustazah Lina dan Ustazah Asma’ yang mendampingi terkejut mendengar Aisha kembali melantunkan lagu pengantar tidur mayat. "Anwir belum menyerah. Ia tetap menggunakan lagu itu untuk mengelabui Aisha, menjerumuskannya ke dalam kesedihan," ujar Ustazah Lina.
“Lalu, bagaimana ini, Ustazah,” tanya Ustazah Asma’ cemas. “Apa kita kumpulkan lagi para ustaz dan santri?”
Ustazah Lina menghela napas dalam, lalu menggeleng lemah. “Kita tidak bisa menggunakan cara itu terus, selama Aisha memang masih ingin memelihara rasa sedihnya.”
“Saya akan kabari pesantren agar tetap membantu doa, walaupun kita tidak mungkin berkumpul terus,” usul Ustazah Asma’.