Lagu Untuk Davina

kieva aulian
Chapter #20

Pesan Yang Berat

“Jangan menolong manusia, tapi tolonglah kehidupan karena hanya kehidupan yang membalas budi”

Untuk setetes hujan, semesta bekerja saling bahu membahu. Tak ada yang berpangku tangan. Matahari, angin, laut, sungai, awan berkolaborasi indah menciptakan serangkaian karya. Mulai dari evaporasi, kondensasi hingga presipitasi. Dan turunlah setetes air berjuta makna membasahi kulit bumi yang kerontang. Manusia adalah murid-murid semesta, sudah semestinya kita bercermin dari laku mereka yang apik sekaligus epik.

Begitulah anak-anak EZRA, tak hanya Mozart dan Davina, tapi Ryu, Donny, Debu hingga crew EZRA berjibaku mencari informasi keberadaan ibunda Mozart. Melalui jejaring sosial yang mereka miliki, upaya pencarian ibunda Mozart terus mereka lakukan di sela-sela kesibukan mereka mempromosikan album ketiga mereka. Namun nihil, entah dimana semesta menyembunyikan sosok Clara, ibunda Mozart.

Malam itu, mereka harus tampil di sebuah TV. Tidak hanya EZRA tapi juga ada band baru yang mencoba keberuntungan di industri musik, ‘Refour’. Mereka memang band baru, tapi personelnya sebenarnya adalah muka-muka lama. Leader mereka adalah Anton, drummer yang dulu digadang-gadang para hatters untuk menggantikan Donny di EZRA. Di bass ada teman lama Donny dan Mozart, Vika, mantas bassis Amadeus, di keyboard ada Edmund juga mantan Amadeus, gitar dan vokal Danu, anak baru.

Di backstage sebelum mereka tampil, merekapun bertemu. Pertemuan yang diharapkan Donny dan Mozart jadi pertemuan nostalgia dan “kangen-kangenan” ternyata jadi pertemuan amarah yang hampir berubah jadi adu jotos.

“Hai Ton, congrats ya, Refour keren bro” puji Donny. Pujian tulus yang dibalas ketus oleh Anton.

“Iye.”

“Eh gue denger lo gabung sama si Vika dan si Edmund?”

“Ya...”

Melihat gelagat yang kurang bersahabat itu Donny pun surut. Ia bermaksud menepi dan menjauh dari Anton. Tapi belum lagi ia berpaling, sebuah suara berbisik di telinganya. “Hai penghianat!” Spontan Donny menoleh dengan murka. Ternyata Vika. Donny kebingungan harus bagaimana bersikap. Sebenarnya ia ingin merangkul Vika, berbagi cerita tentang masa lalu, berbagi canda dan tawa bersamanya, tapi kata pertama yang ia dengar dari mulut Vika adalah “penghianat”.

“Eh...Vik, euh...pa kabar bro?” Donny mencoba bersikap wajar. Tapi tidak dengan Vika, rupanya selama ini ia menyimpan kebencian pada lahirnya EZRA. Bagi Vika EZRA adalah simbol penghianatan.

“Ah...basi lo...penghianat mah tetep aja penghianat, ga tau malu,” masih Vika dengan bisiknya.

“Wah...kok ujug-ujug maen tuding penghianat sih, ini kenapa sih?” tanya Donny masih dengan kebingungannya. Tiba-tiba Edmund muncul dari belakang.

“Eh...anjing bacot lo. Penghianat ga tau diri!”

Mendengar itu amarah Donny tak tertahankan lagi. Dengan geram ia menarik kerah kemeja Edmund. “Apa maksud lo penghianat huh?” Yang dicengkram kemejanya malah tersenyum sinis. “Mikir aja sendiri, dasar ga tau diri, penghianat busuk!”

Donny yang terpancing emosi hampir saja melayangkan tinjunya, namun Davina muncul dan menahan tangan yang sudah melayang itu.

“Don...udah...udah jangan kepancing, mereka sengaja mancing emosi lo!” Donny tersadar. Ia pun melepaskan tangan kirinya dari kerah baju si Edmund.

“Oh...jadi cewek makaw ini yang bikin lo jadi penghianat?” pekik Vika. Kata-kata yang nyaris membuat Davina meledak. Tapi seperti pesan Mozart di perjalanan menuju station TV tadi bahwa anak-anak Refour ada kemungkinan akan mancing keributan berhasil menahan laju emosinya.

“Si Mozartrela ke mana hah? Si omong kosong mana?” tantang Vika mencoba memancing keributan lebih besar.

“Gue disini bro, knapa kangen?” suara Mozart tiba-tiba hadir. Suara yang sebenarnya sangat ditakuti Vika dan Edmund.

“Eh...lo Zart, becanda Zart, becanda,” ujar Vika ngeles.

“Oh becanda? Kirain serius, serius juga ga pa pa sih. Gue sih ok ok aja.”

“Gue serius ! Lo mau apa, mo ribut?” tiba-tiba Anton muncul dari balik pintu.

Mozart meski sudah tahu bahwa semua ini pancingan belaka, tak kuasa menahan emosinya. Apalagi dia menduga kuat kalo dalang di balik pelecehan Donny beberapa waktu lalu itu adalah si Anton.

“Wey ada yang serius rupanya, boleh juga nih!”

“Eh sudah...sudah...Zart sudah !” kang Anbin tiba-tiba muncul. Bersamaan dengan itu manajer Refour juga muncul bersama beberapa orang awak media. Benarlah kiranya dugaan Mozart bahwa Refour dan manajemennya berniat membuat sensasi dengan mengajak anak-anak EZRA ribut.

“Eh iya...Kang ga ada-apa kok kita lagi becanda, biasalah” ucap Mozart yang dilanjutkan dengan merangkul Anton layaknya seorang sahabat. Beberapa kilatan blitz sempat mengabadikan adegan “mesra” itu. Namun yang tidak tertangkap dan terekam kamera para awak media itu adalah bisikan Mozart di telinga Anton, “Heh banci, gue tunggu lo satu lawan satu, abis acara di lapangan samping!”

Dan benar saja, setelah acara usai Anton yang tak mau disebut banci melayani tantangan Mozart. Pun Mozart, setelah yakin tak ada orang lain selain mereka berdua, duel tangan kosongpun terjadi meski tak lama. Dua mata Anton biru, bibir kanan sobek dan dua giginya rontok. Sementara Mozart hanya mengalami luka ringan di bibir kirinya.

Selepas duel malam itu, Mozart mendapat pengakuan langsung dari mulut Anton bahwa memang dialah dalang dari peristiwa bullying yang menimpa Donny. Ia iri, ia ingin menggantikan posisi Donny di EZRA.

*****

“Lo gimana si Zart, katanya jangan kepancing, ini malah lo sendiri yang duel? tanya Ryu.

“Yang penting ga kepancing dihadapan pers Ryu, orang kaya si Anton emang harus dikasih pelajaran!”

“Iya si Mozartmah mending cuma bibir, nah si Anton ancur lebur Ryu,” tiba-tiba Donny nimbrung.

Davina yang datang dengan air panas di mangkok dan kapas tanpa ba bi bu langsung beraksi. Bibir Mozart yang sobek tanpa ragu langsung dibilasnya dengan air yang sudah menghangat.

“Aw...”Mozart sang jagoan menjerit pelan.

“Pelan-pelan mba, sadis amat.” Yang disapa mba ga perduli. ia kembali membasuh luka Mozart dengan air hangat. Dan kembali jeritan kecil terdengar. “ Aw...!”

“Aduh mesrong abis euy, uhuy...!” teriak Donny menyaksikan adegan itu.

“Don...cabut kuy, ga enak ganggu,” pekik Ryu.

“Eh...mau kemana kalian? Don, ternyata bener si Anton pelakunya!” teriak Mozart.

“Hah...Anton? pelaku apa Zart?”

“Dia dalang pembulian lo yang waktu itu.”

“Ya ampun, lo seriusan Zart?”

“Iye...semalem dia ngaku sendiri.”

“Beneran Zart dia dalangnya?” tanya Davina ikut penasaran.

“Iya ...dia ngaku ke gue kalo dia iri sama lo Don, dia pengen gantian posisi lo.”

“Gile bener tu si Anton,” umpat Ryu.

Tak berapa lama kang Anbin dan kang Aboy datang.

“Zart kamu ga apa apa?”

Lihat selengkapnya