Lampu-lampu di rumah sudah kunyalakan. Maka teranglah istanaku! Dua anjing golden kesayanganku menggonggong. Bubu dan Didi, lantas menghampiriku. Sudah dapat dipastikan, ketika pertama kali pintu kubuka lantas ruang benderang, mereka berdua berebut ingin kupeluk atau sekadar kugaruk tengkuknya. Sudah biasa.
“Hm, kalian kangen, ya. Cup cup cup!”
Bubu lebih pendiam, sedangkan Didi yang ukurannya lebih kecil terus saja mengitariku. Sesekali menyalak dan memainkan ekornya dengan lucu.
Ini hanya sebuah tempat istirahat sederhana, tetapi selalu terasa seperti surga bagiku. Bukan sebuah rumah yang memiliki ruang luas di mana segala perabotan mewah, berkilauan, dan mahal bertebaran. Sebab, mung-kin kemewahan bagiku ialah, tempat aku bisa menghabiskan jam demi jam bermain musik, bisa bergumul dengan gitar dan piano di ruang tengah, atau memisahkan diri sejenak dari keriuhan dunia.
Ada rasa pegal mulai terasa di leher dan bahuku. Tubuhku sudah bau apek dan peluh. Tak akan nyaman, bila tak membersihkan diri.
Didi meringkuk, persis di bawah bangku piano. Berharap aku segera memainkan lagu sebelum tidur untuknya. Baru akan kuseru, Bubu sudah menyembur ke arahku yang habis mandi. Kulihat mangkuk makan mereka kosong. Ah mungkin juga mereka sedikit lapar, aku isi ulang mangkuk-mangkuk itu.
“Sabar ya! Aku pasti main dengan kalian, kok.”
Kubuka penutup piano dan kulihat setiap tuts hitamputihnya. Lalu duduk sambil memandangi Didi dan Bubu, aku bernyanyi untuk mereka.