Selamat pagi. Sedang apa? Kalau aku sedang lapar dan juga ditambah rindu...
Sama kamu.
Send
Kuliah pagi dengan sarapan hanya dua gelas air mineral.
Omong-omong, kuliah bukan pilihan saat lulus dari SMK. Namun karena Ambu ingin melihat anaknya punya gelar, jadilah harus nurut. Kalau enggak takutnya jadi batu. Sebenarnya, aku memilih untuk menjadi karyawan atau pun pengusaha muda ketimbang menjadi mahasiswi dengan segala keanekaragamannya. Aku ingin bekerja lalu mendapatkan uang biar bisa nabung untuk mewujudkan cita-cita sebagai pemain film profesional. Baik, jika cita-citaku ketinggian, aku punya mimpi untuk terus berakting di panggung teater dan juga bisa memiliki kanal YouTube yang berisi konten tutorial gitar atau cover lagu.
Aku merantau ke Jakarta dan kuliah seni. Tadinya mau di Bandung biar deket sama Sumedang—tempat asalku. Tapi ya, dapetnya malah yang di Jakarta. Meski begitu, aku merasa baik-baik saja tinggal di kosan murah dan sederhana. Hanya saja, kendalanya selalu tentang uang.
Sempat ada tawaran untuk bekerja sih, tapi males banget. Pasti bakal capek dan tidak mau kerja untuk kuliah, mauku adalah kuliah untuk kerja. Tentu saja keinginan untuk bekerja saat itu terhempas jauh. Namun hal ini malah menjadi fatal. Lagi dan lagi mengakibatkan kendala tentang uang.
Sekarang aku sedang duduk di halaman depan kampus. Suasananya agak sepi, tapi lalu lalang selalu ramai dengan beragam celotehan yang terngiang lalu menghilang. Kunikmati angin pagi Jakarta yang monoton. Lalu nampaklah seorang perempuan bertubuh jangkung seperti Sheila Dara berlari-lari kecil ke arahku. Rambut panjangnya terurai membuat mengembang-ngembang sesuai langkah. Mulutnya pun kurasa penuh dengan roti lapis. Kebiasaan banget sih, Liv, makan sambil jalan!
“Selamat pagi, Sundani Isme!” sapanya hampir tidak jelas karena masih mengunyah. Aku terdiam dan pura-pura sibuk memainkan ponsel.