Sejahat-jahatnya panggilan dari pihak kampus.
Lebih jahat kamu yang ngilang gitu aja.
Send
Kuliah pagi! Kuliah pagi!
Suara alarm yang sengaja menggunakan jasa suaraku sebagai nada dering berhasil membuat kaget sampai berlari ke luar kamar untuk mandi. Kos ini menggunakan kamar mandi bersama. Agar bisa menumbuhkan sikap disiplin karena harus berbagi jadwal pemakaian dan juga menjaga rasa kebersamaan dan kesabaran sesama penghuni kos lainnya.
Setelah siap untuk pergi ngampus serangan males banget pun datang bergerombol. Sepertinya ada akar kemalasan yang meliliti tubuh sampai membuat enggan sekali pergi ke kampus. Tapi tolong paksakan, inget Ambu yang telah berusaha untuk bisa sampai sejauh ini.
Okelah aku berangkat tanpa sarapan menggunakan angkot penuh sesak ditambah dengan berbagai jenis aroma. Perut mendapat serangan mual. Sesampainya di kampus, taman yang nyaman kuabaikan dan segera menuju kelas. Di sana tidak melihat adanya hidung Oliv.
“Si Oliv kemana, Zak?” tanyaku kepada Zaki, tidak ada jawaban. Dia masih sibuk menatap layar ponsel sambil memainkan jempol di layarnya. Oh lagi nge-game. Dan baru kusadari kalau mata ini terasa sakit ketika berkedip. Ah ya, hasil semalam menonton drama tragis dari layar ingatan.
“Mana gua tahu,” sahutnya mengedikkan bahu sambil terus menatap layar ponsel. Aduh aku seperti terdzolimi. Kuangkat alis dan mendengus. “Eh ...,” Zaki berbunyi lagi. “Tadi ada yang bisikin kalau Si Oliv itu pindah,” katanya. Aku mengerutkan kening dan mulai tidak enak perasaan. Bukan masalah Oliv pindah, tapi siapa yang ngebisikin Zaki si cowok yang suka kepergok ngomong sendiri sama angin, hah ... angin?
“Bercanda,” kata Zaki lagi ketika matanya melihatku yang pastinya mengkhawatirkan. “Muke lu nggak enak banget kayak pocong nyungseb ke selokan.” Tuhkan dia mah sompral mulu, kan aku agak merinding.
“Oke, Zak terima kasih informasinya, dah!” Aku beranjak untuk segera menjauhi Zaki yang memang sedari tadi sedang sendirian di kelas. Eh tapi, baru dua langkah ke depan, tawa Zaki pecah.
“Kalau lu takut sama hantu, ‘mereka’ bakal suka sama lu,” katanya halus dan aku membayangkan banyak makhluk halus juga yang sedang menertawakanku.
“Makasih loh, ya!” ringisku sambil menggaruk tengkuk. Susah amat cuman mau informasi tentang keberadaannya Olivia Nazawa.
Tumben-tumbenan juga tidak ada kabar begini, biasanya tanpa ditanya juga dia sering menyampaikan berita tentang apa yang akan dilakukannya. Hm, sepertinya, aku mulai mencium aura yang tidak beres. Apa Oliv benar pindah tanpa ngasih tahu karena tidak mau memberatkan atau membuat kecewa? Anjay sinetron banget?! Eh tapi ... apa jangan-jangan Oliv—
“Oliv ke ruang Bu Nani,” kata Zaki menjawab pertanyaanku yang tak terucap. Nah! Sekarang aku tidak peduli dengan Zaki yang tiba-tiba menjawab pertanyaan yang hanya kutanya dalam hati. Sekarang, yang kupedulikan adalah untuk apa Oliv masuk ruangan Bu Nani. Baiklah ... aku lari dulu sekarang. SEKARANG!
“Makasih, Zak!” seruku sambil berlari.
“Sama-sama. Eh elu kalau mau olahraga harus pemanasan dulu!” teriak Zaki terdengar nyaring saat aku keluar kelas.
*
Oliv keluar ruangan dengan wajah yang seakan enggan meninggalkan ruangan Bu Nani yang bersih dan wangi. Saat pintu tertutup menelan Oliv di luar, aku duduk karena disuruh Bu Nani. Nampak wajahnya setenang air di dalam akuarium. Tapi dalam beberapa gerakan, Bu Nani seperti menunjukan rasa iba juga.
Aku siap.