Lakon

Putriyani Hamballah
Chapter #6

Oliv yang Selalu Baik

Aku sedang cover lagu. Terus liriknya kayak gini,

Benci, benci, benci tapi rindu, jua.

Send.



Pos Satpam tidak membuatku tenang juga, akhirnya air mata yang sempat bersambung harus dilanjutkan di kamar kos. Di atas kasur sambil telungkup memeluk bantal kerempeng.

Kamar kos yang nyaman, ruang sederhana yang hanya muat kasur lapuk tanpa ranjang. Di sisinya ada rak tiga tingkat plastik untuk pakaian. Di sebrang rak, ada meja pendek tanpa memerlukan kursi. Meja itu kufungsikan untuk belajar, tempat makan atau membenturkan kepala ketika pusing. Di tengah-tengahnya ada lantai berkarpet untuk sekedar melonjorkan tubuh juga beribadah. Tempat segini sama dengan kamar mandi milik Oliv. Tapi aku bersyukur, karena selain nyaman ada yang lebih nyaman lagi, yaitu balkon. Tapi aku enggan menangis di balkon. Panas.

Setelah puas menangis sambil mengingat ini-itu. Mengingat tentang Ambu, gagal sarjana dan tentunya juga memikirkan Lingga. Sialnya, opsi terakhir membuatku semakin galau dan mengharapkan kedatangannya. Jika ada Lingga, dia pasti bisa menenangkanku. Menenangkan hanya dengan pundak kanan miliknya.

Aku butuh Lingga, yang melihatku diam saja, dia akan mengerti. Tapi boro-boro ngajak dia ketemu, membalas SMS dan tahu keberadaannya juga enggak. Sudahlah, Lingga tidak akan ada sekarang. Mungkin dia sedang mengejar cita-cita. Karena setahuku, unggahan terakhir di akun media sosialnya adalah foto dia berkepala plontos sambil mengenakan kemeja putih dan celana kain hitam.

Kuambil si Enon saja, meski bisu, dia juga paling mengerti suasana hatiku. Jemari mulai memetik senar Enon dan lagu Antara Benci dan Rindu yang dipopulerkan oleh Ratih Purwasih pun menggema di kamar kos sempit ini.

...

Yang? Rindukah kau padaku

Tak inginkah kau duduk disampingku

Kita bercerita tentang laut biru

Di sana ada harapan dan impian

Yang? Maksudnya sayang? Oh ya ampun, aku dan Lingga hanya sebatas teman! Miris sekali dan ya ... aku memang salah karena sudah melibatkan hati ketika Lingga masuk ke dalam hidupku.

Kita bercerita tentang laut biru. Di sana ada harapan dan impian. Koreksi untuk diriku yang lemah ini, bahwa memang di pinggir laut biru kala itu ada harapan yang sangat besar dan juga impian. Tapi semuanya hancur karena ingkar.

Benci, benci, benci tapi rindu jua

Memandang wajah dan senyummu sayang

Rindu, rindu, rindu tapi benci jua

Bila ingat kau sakiti hatiku

Lihat selengkapnya