Lakon

Putriyani Hamballah
Chapter #14

Tahu Diri, Yuk!

Tidak ada punggung Lingga. Aku mendengus dan merasa bego sendiri.

Taman di sekitar apartemen sedang ramai. Banyak anak-anak sedang berlarian di rumput sintetis, saling terbahak dan nampak akur. Sekumpulan orangtua juga sedang duduk santai sambil terlihat mengobrol di gazebo. Ada beberapa makanan juga minuman di tengahnya. Agak haru melihat momen ini. Mereka bahagia, damai dan lengkap.

Setelah duduk agak lama di kursi taman, aku kembali bergegas untuk membeli susu di kedai. Kuharap Oliv suka karena katanya, dia ingin tidur nyenyak.

Ah ya, akhir-akhir ini, Oliv nampak agak kurang semangat. Maksudku, setelah diperhatikan, Oliv sekarang lebih banyak murung, kehilangan hebohnya bahkan jarang bicara. Aneh sekali dong seorang Olivia Nazawa yang mengalahkan ke bawelan orang-orang bertahi lalat di atas bibir bisa irit bicara.

“Gua mau tidur nyenyak. Gua capek,” katanya waktu itu. Yeah, dia memang suka ke apartemen larut sambil mengeluh. Kuduga bahwa Oliv lelah dengan rutinitasnya. Kuliah, kerja, kuliah, kerja.

“Selamat malam. Mau pesan apa, Mbak?” kata pelayan secara otomatis langsung menyambut kedatanganku ketika berdiri di depan konter.

“Susu hangat moka dan full cream, bungkus,” pintaku. Pelayan laki-laki mengangguk ramah lalu segera membuatkan pesanan. Aku duduk, pegal kalau berdiri terus. Sinyal WiFi di sini bagus, aku diberi tahu password-nya oleh Oliv. Sambil menunggu, aku menjelajah Instagram dan melihat aktvitas di YouTube juga—uhuk, cie yang penonton kontennya sudah mau mencapai ribuan di setiap video, cie pamer.

“Lu kan punya temen, Yang.”

Suara yang tidak asing terdengar dari kursi belakang. Aku berbalik sebentar. Jelas! Meski membelakangi, aku tahu mereka itu adalah Oliv dan Bang Nino. Nampak Oliv menyandarkan pundaknya ke Bang Nino. Aku membisu, telinga di pasang baik-baik. Pelayan yang berdiri di belakang konter sudah melambaikan tangannya. Aku menempelkan jari telunjuk ke mulut, si Pelayan mengerti seraya menyimpan pesanan di atas meja.

“Anak tahu Sumedang itu? Ya, gua tahu. Tapi, perasaan gua kagak enak mulu kalau mau curhat sama dia,” kata Oliv. Aku sesak.

“Dih. Kok gitu. Lu udah baik sama dia. Masa lu nggak mau ngerepotin dia. Lagian temen curhat tuh perlu. Bukannya gua nggak mau dengerin lu. Tapi perasaan cowo tuh beda. Gua tahu, lu sering telepon dan cerita sama gua. Tapi apa, gua cuman bisa ngasih lu kata sabar doang.” Bang Nino menjelaskan sejelas-jelasnya dan juga senyata-nyatanya. Dengan begitu napasku mulai tersengal, tenggorokan juga mendadak sakit seperti di tusuk oleh dua lusin sedotan stainless di kedai ini.

Teman macam apa kamu ini, Unda? Batinku mulai tahu diri. Aku seolah tertampar. Kepingan-kepingan kisah bersama Oliv seolah menayangkan film dokumenter dengan proyektor di benakku.

Lihat selengkapnya