Lakuna

yuliandap
Chapter #10

Karen

Tiap pagi di hari libur Nata selalu naik sepeda. Karena sepeda masih belum diperbaiki dia lari sekitaran kompleks sambil mendengarkan lagu lewat earphone.

Biasanya hari libur lebih banyak yang olahraga. Kebanyakan naik sepeda ke suatu tempat. Nata nggak pernah ikutan soalnya jauh banget dan kebanyakan dilakukan oleh bapak-bapak.

Dua puluh menit berlalu Nata masih mendapatkan ketenangan. Namun, beberapa menit selanjutnya ketenangan itu diusik oleh kehadiran Ical yang tiba-tiba membawa plastik belanjaan. Ikut lari di sampingnya.

Tu cowok mengikuti langkah kaki Nata tidak kesulitan meskipun membawa belanjaan Oma. "Selamat pagi, Nona Nata."

Nata memilih mengabaikan.

"Nggak sia-sia gue bangun pagi antar Oma ke pasar kalau tahu pulangnya bakal ketemu lo."

Nata tetap diam berharap Ical cepat pergi.

"Kalau gini ceritanya besok-besok gue mau olahraga pagi juga biar bisa bareng terus sama lo."

Nata berhenti, Ical juga ikutan berhenti. Dia melirik Ical sinis banget tapi yang ditatap nggak peka. Terus nyengir tanpa dosa. "Bisa nggak sih nggak usah ganggu gue tiap ketemu?"

"Memang gue selalu ganggu tiap ketemu lo? Gue nggak merasa, tuh."

Nata mencibir kesal. Dia kembali lari dan mengabaikan Ical lagi. Tu cowok menyusul.

"Kotak bekal yang kemarin gue kasih udah lo balikkin belum? Jangan sampai hilang ya. Oma bisa ngamuk ntar."

Nata diam.

"Nat, kok bisa sih lo dekat sama Oma? Langsung klop gitu. Sama gue mah nggak ada anjir bawaannya lo sensi mulu."

Nata berhenti. Menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Intropeksi diri dong Cal kalau orang nggak nyaman sama lo bukan malah menyudutkan orang lain."

Ical menyeringai. "Cie udah bisa manggil nama gue."

Nata terdiam seakan sadar sesuatu.

"Sadar nggak Nat selama ini lo belum pernah manggil nama gue." Ical menggeleng. "Gue salah. Baru kemarin malam lo panggil nama gue. Setelah sekian purnama gue overthinking takut lo sebenci itu sampai nggak mau sebut nama gue akhirnya gue bisa bernapas lega."

"Terserah."

Ical ketawa.

"Ssttt," kata Nata. Tu cewek seperti sedang mencari sesuatu lewat indra pendengarannya.

"Kenapa sih, Nat?" Ical mengikuti di samping.

Nata nggak menjawab masih memfokuskan pendengaran pada suara tersebut.

Mereka pergi ke sebuah lahan kosong dengan rumput-rumput tinggi di sekitar. Agak dalam mereka masuk akhirnya berhenti. Tepat di bawah mereka seorang anak kucing dengan tubuh ringkih mengeong. Tubuhnya gemetar kedinginan. Bulu-bulunya berdiri tak beraturan. Keadaannya sangat memprihatinkan.

Nata jongkok diikuti Ical. "Kemana induk lo, kucing kecil?" Tangannya mengusap kepala tu kucing tanpa keberatan dengan kondisi kucing tersebut.

Ical menatap Nata dari samping. Tu cewek terlihat berbeda. Lebih lembut dan penyayang. Ical baru lihat Nata versi ini. Ternyata lebih gemaskan dan buat Ical ingin menjadikannya pacar.

Nata menoleh. Ical ketangkap basah sedang memperhatikannya lagi. Namun, Nata mengabaikannya. "Bawa pulang."

"Naha?"

Nata mengernyitkan dahi nggak paham maksud ucapan Ical.

"Kenapa gue?"

"Nyokap alergi bulu kucing. Kalau nggak dibawa kasihan."

"Bukan sama gue juga."

Lihat selengkapnya