Dia ingat Ibu sering bersenandung saat menemani ia bermain. Pernah dia melihat Ibu memandang jauh. Ternyata Ibu tidak bernyanyi untuk dia. Saat itu pertama kali ia tersedak sebab cemburu.
***
Sejak kesadaran kanak-kanaknya timbul, dia sudah berada di rumah ini. Rumah panggung, berlantai kayu. Atapnya separo seng, separo rumbia. Seng pada setengah rumah bagian depan, rumbia setengah rumah bagian belakang. Pada bagian depan ada ruang tamu dengan kursi anyaman rotan.
Bagian yang membuat ia terkesan adalah jendela-jendela tinggi dan lebar, dipasang batang-batang kayu ruyung yang hitam berserat-serat kelabu. Tangan kecilnya pas menggengam dengan nyaman saat ia memanjat jeruji ruyung itu.
Namun Ibu sering mengajak ia bermain di langkan bagian belakang. Langkan diberi semacam pagar dari lempeng kayu, dengan celah berbentuk wajik antar papan. Tempat ia dapat melihat ke kejauhan rimba jinak di belakang rumah. Sebab, pagar itu setinggi kepalanya.