Ia merasa tidak pernah berada pada tempat ini sebelumnya. Segalanya terlihat lebih besar baginya. Dibalik asap dia melihat rambut yang putih, mata yang cekung serta gigi yang rumpang....
***
Jeritannya masih kencang, saat Andung muncul dari ambang pintu dapur.
“Ros, anakmu kenapa? Membuat jantungku terkejut...” ucap neneknya itu.
Ibu bersenandung. Seakan tidak mendengar. Andung meraihnya ke dalam pelukan. Ibu masih bersenandung dengan suara lirih, seperti bunyi merintih.
Ia meronta-ronta dalam dekapan Andung. Lengan kering yang tak lagi ber-air sumsum itu masih bertenaga merengkuh tubuh kecilnya. Ia tidak tahu nama yang ia rasakan di balik belikatnya yang kecil. Ujung jarinya menunjuk-nunjuk ke arah rimba jinak di kejauhan langkan.
Andung membujuknya agar tidak menggerung-gerung. Namun ia menggerung karena ada sesuatu yang ia ingin katakan. Kalimat apa yang bisa mewakili perasaan seorang bocah yang merana karena cemburu? Cemburu pada sesuatu yang hanya ia rasakan, tidak ia lihat.
“Ros...kamu tidur?” seru Andung masih menenangkannya.
Ibu sudah tidak bersenandung. Ia seperti sedang melamun, tapi bangun dari duduknya. Suara gerung dia juga mereda.
“Kau ini kenapa? Anak menangis tak terdengar, tungkumu apinya padam kau tak tahu. Kamu sakit?” cerocos Andung.
Sedangkan ia menggelosor di lantai kelelahan. Sudut matanya yang buram sebab air mata, ia beranikan melirik ke celah papan wajik, pepohonan itu masih diam. Daun-daun bergetar oleh angin yang lalu. Ibu masuk ke dapur, seakan tidak menyadari kehadirannya. Andung mengikuti langkah Ibu.
Perasaan sesak ngilu itu tak akan hilang dari sudut jantungnya, meski ia sudah dewasa.
***
Dia tidak mengerti kapan, kalau ditanya tentang waktu, saat ada di rumah kayu ini. Namun sejak pertama berada di sini, ia memang seperti belum pernah ada di rumah ini. Berarti ia ada di sebuah tempat lain sebelum orang tuanya mengajaknya ke sini.
Ia hanya ingat, bahwa ia berkeliling dengan matanya saat bangun dari tempat tidur berkelambu. Ibunya tak ada. Berada di mana ia sebelum ada di ranjang ini? Kamar remang-remang sebab dari jendela yang terbuka, pohon-pohon menghalangi cahaya.
Ia tidak takut, meski ia merasa asing dan kesepian. Ia jengkel, sebab tiba-tiba saja menganggap orang tuanya membuang ia. Dia beringsut ke tepi tempat tidur. Terdengar suara berkeriyut pada sambungan besi. Di tubir ranjang ia merasa akan jatuh. Tubuhnya tak sampai ke lantai kayu. Ia memilih meluncur dari satu tiang kelambu di sebelah kanan. Bahkan lantainya berderik saat ia menginjak.
Daun pintu dibukanya sekuat tenaga. Dia berada di sebuah ruangan dengan tempat duduk kayu yang rendah. Pada salah satu sisi ada semacam bufet tinggi dengan pajangan bejana dan kaca-kaca. Naluri bocahnya menyuruh ia untuk melongok pada pajangan itu. Karena keinginan untuk memecahkan dan ingin tahu, kenapa ada benda berkilau lagi rapuh? Terbuat dari apakah?