Blurb
Karena aku perempuan, aku selalu dibayang-bayangi setumpuk pekerjaan rumah yang tak ada habisnya. Katanya, anak perempuan harus bisa masak, mencuci, membersihkan rumah. Padahal kodratku sebagai perempuan hanya berlandaskan pada tiga hal hamil, melahirkan, dan menyusui. Selebihnya bagiku laki-laki pun bisa mengerjakannya. Memang apa salahnya laki-laki memasak?
Karena aku perempuan, aku tak boleh mengenyam pendidikan tinggi karena ujung-ujungnya aku hanya perlu menghabiskan sisa hidupku di rumah. Menjadi istri yang hanya perlu menuruti suami dan menjadi ibu bagi anak-anakku. Padahal bagiku, kala pola pikirku sudah dimerdekakan oleh pendidikan, aku akan menjadi perempuan yang mampu memilihkan siapa laki-laki yang layak menjadi ayah bagi anak-anakku kelak dan menjadi ibu yang bisa melahirkan anak-anak dengan kualitas yang baik.
Karena aku perempuan, aku dibatasi usia tertentu untuk menikah dan dilabeli "perawan tua" kalau melebihi usia yang ditentukan entah oleh siapa. Padahal aku juga memiliki hak untuk menentukan sendiri pilihan hidupku. Di usia berapapun aku menikah, bukankah itu hakku?
Karena aku perempuan, aku akan dilabeli "tidak lengkap" kala aku belum memiliki anak. Padahal amanah memiliki anak sepenuhnya takdir dari Tuhan yang tidak seharusnya dianggap sebagai ketidaklengkapan.
Karena aku perempuan, aku selalu dituntut untuk "manut" saja tanpa banyak bicara. Padahal aku juga memiliki pendapatku dan aku berhak untuk bicara.
Karena aku perempuan, aku akan selalu dianggap egois kala aku memutuskan untuk mengikuti ambisiku dalam meraih mimpi. Padahal bagiku perempuan juga berhak memiliki mimpi tinggi dan memperjuangkannya. Mimpi adalah hak setiap manusia, bukan hanya keistimewaan khusus untuk laki-laki.
Karena aku perempuan, aku harus direndahkan martabatnya hanya karena sekadar penampilan. Padahal martabatku, harga diriku, nilaku tidak bisa diukur hanya dengan sekadar penampilan fisik saja.