Lalu, Kenapa Kalau Aku Perempuan?

Natsu Hana
Chapter #14

14. Tanjakan Curam

Bagas bisa melunasi hutang-hutang Sekar, Ibu juga membantu sebagian, tapi hanya mampu ¾ bagian dari gabungan uang Bagas dan Ibu. Untuk 1/4 sisanya Bagas serahkan pada Sekar untuk dilunasi. Karena kesepakatan baru juga, Sekar diberi waktu lebih untuk menyicil hutang itu setiap bulannya. Dan Bagas mengambil tindakan tegas jika ini terakhir kali keluarga turut membantu menyelesaikan masalah yang Sekar buat. Jika ke depannya ada masalah baru lagi, keluarga tidak akan ikut campur tangan. Biarlah menjadi urusan Sekar sendiri. Sekar menyetujui itu. Tapi dengan syarat, dia diperbolehkan merantau ke Batam untuk mencari uang untuk melunasi sisa hutangnya. Karena kalau tetap di sini, Sekar sudah dipecat dari perusahaannya dan dia tidak tahu harus mencari pekerjaan di mana lagi.

Pihak keluarga, khususnya Bagas, sebenarnya tidak seratus persen memberikan izin. Mengingat sudah terlalu banyak kesempatan yang diberikan pada Sekar, namun berkali-kali Sekar mengkhianati kesempatan itu. Kepercayaan itu tidak bisa lagi diberikan untuk kesekian kalinya.

Tapi karena Sekar terus berjanji tidak akan melakukan hal buruk lagi, keluarga akhirnya mengizinkan. Dengan satu syarat telak dari Bagas, “Jangan pernah pulang sebelum kamu sukses. Kalau tiba-tiba kamu menemui masalah di sana dan merengek minta pulang, tolong ingat-ingat lagi berapa banyak orang-orang yang harus ikut berkorban karena masalah yang kamu buat. Dan perihal Ulya, Sinta jauh lebih bisa dipercaya untuk menjaga dan mendidik Ulya daripada kamu. Jadi jangan sekali-kali merengek kangen Ulya, ingat baik-baik karena kamu nggak sebegitu peduli pada Ulya sebelumnya.”

Hari itu, Sekar diantar ke bandara oleh Ibu, Sinta, Ulya, dan Bima. Tidak pernah ada kalimat maaf atas perilaku buruknya selama ini. Sekar hanya mengajukan pamit dan meminta didoakan. Ibu masih sempat mengiringi keberangkatan itu dengan rapalan doa-doa agar anak perempuannya sukses. Agar apa yang terjadi kemarin sudah final, Sekar tidak lagi-lagi membuat masalah yang membuat banyak kepala ikut berpikir.

Kepada Sinta, Sekar memeluknya erat dan menitipkan Ulya. Sinta yang agak linglung itu mengangguk, dia menekan kuat-kuat mimpinya yang harus kembali diundur. Karena masih ada satu amanah lagi yang harus dia urusi. Ulya dan masa depannya.

Kini tinggallah Ibu, Sinta, dan Ulya di rumah itu. Sesaat keberangkatan Sekar menimbulkan satu kekosongan yang terasa asing bagi Ibu. Ibu mengaku seolah baru saja kehilangan anak. Tapi untuk hari-hari setelahnya, semua berjalan baik.

Ulya yang memang memiliki kedekatan dengan Sinta, tak begitu terusik dengan kepergian ibunya. Anak kecil itu tidak menunjukkan semacam kehilangan atau rindu pada ibunya. Hanya saja, Sinta selalu memberikan kesempatan untuk keduanya saling berkomunikasi setiap minggunya.

Saat-saat itu wabah kian merebak. Sekolah kembali dilakukan secara daring. Sinta fokus mengerjakan pekerjaan rumah di pagi hari. Dilanjut menemani Ulya sekolah daring dari pukul delapan sampai Duhur. Baru setelahnya dia akan mengerjakan pekerjaannya.

Karena wabah yang kian parah, juga tidak lagi memiliki uang untuk mengoperasikan warung sembako, Ibu memutuskan benar-benar menutup warung tersebut. Warung yang selama ini sudah menjadi tempatnya mencari rezeki semenjak kelahiran Sinta, kini harus ditutup secara permanen di usia Sinta yang menginjak 23 tahun. Di saat Sinta sudah bisa mencari uang sendiri dan turut mengambil tanggung jawab sebagai anggota keluarga yang memiliki kepedulian terhadap keluarganya yang lain.

Saat-saat itu, Sinta yang menanggung biaya sekolah Ulya. SPP bulanan yang tetap harus dibayarkan. Dia tidak mungkin meminta pada Bagas dan Ibu yang sudah keluar banyak uang untuk mengurusi Sekar.

Bulan pertama dan kedua, hutang Sekar masih menjadi tanggungan Bagas. Baru bulan ketiga dan seterusnya menjadi tanggung jawab Sekar. Dia mengirimkan uang hasil pekerjaannya untuk menyicil hutang bulanan pada Sinta. Baru setelahnya Sinta akan mengirimkannya pada Bagas. Dan Bagas yang akan menyampaikan cicilan itu pada yang bersangkutan.

Kenapa Sekar tidak langsung mengirimkan pada Bagas atau yang bersangkutan? Ya, untuk masalah-masalah semacam ini, “Uangnya nggak genap sesuai kesepakatan, Ta. Minta tolong kamu genapi ya. Aku nggak mungkin bilang Mas Bagas soal ini, bisa habis aku dimarahi dia.”

Begitu isi pesannya. Sinta menghela napas sembari memeriksa uang tabungannya yang dia sisihkan untuk persiapan biaya ekstensi. Sinta hendak menolak, tapi pada akhirnya dia mengiyakan. Bulan itu, uang tabungannya harus kembali mengalami pengurangan untuk menggenapi uang cicilan Sekar.

Sayangnya, Sinta salah mengira. Dia kira hanya akan sebulan, dua bulan Sekar meminta digenapi. Tapi nyatanya sampai delapan bulan Sekar tetap tidak full dalam mengirim uang cicilan. Yang lagi-lagi harus digenapi oleh Sinta.

“Maaf, Ta, minta tolong digenapi lagi ya. Aku cuma bisa kirim segitu bulan ini. Pandemi lagi parah-parahnya. Jualan keripikku menurun total. Mas Wira malah kena Covid jadi sekarang lagi dikarantina, aku nggak bisa minta bantuan dia untuk menggenapi cicilanku. Aku masih harus simpan beberapa untuk makan dan kirim makanan Mas Wira yang dikarantina.”

Sinta termenung dalam diamnya. Selama delapan bulan ini memang dia tidak menceritakan kekurangan uang yang dikirimkan oleh Sekar. Dia selalu menyerahkannya pada Bagas dalam jumlah lengkap. Jadi Bagas tidak tahu kalau selama ini Sinta yang menalangi kurangnya uang yang Sekar kirimkan.

Lalu untuk kebutuhan sekahi-hari, Ibu mendapatkan jatah uangnya dari Bagas. Juga Ibu yang punya kegiatan berkebun sekarang. Jadi mereka sering makan dari hasil kebun.

Bagas juga tidak lagi berbisnis di Jogja. Dia pulang karena istrinya kewalahan harus mengurusi anak pertama mereka yang baru lahir dan nenek dari istrinya yang terkena stroke. Bisnisnya di Jogja dipegang penuh oleh Bima. Bagas akan menerima kiriman hasilnya setiap bulannya. Karena itu, Bagas banting setir menjadi petani. Mengolah sawah Ibu yang selama ini dipegang Arya untuk menanam bawang merah, melon, dan semangka. Tapi karena ini hal baru, Bagas juga mengalami banyak kerugian. Dia harus belajar banyak untuk pekerjaan baru yang dilakukannya.

Lihat selengkapnya