Land of Occult: occult kingdom espionage report (series 1) novel edison

Pikri YAnor
Chapter #1

Sumpah Keseimbangan

Jauh sebelum bahasa menjadi kode dan data menjadi Tuhan, ada satu Kebenaran yang harus dipegang: Dualitas. Sang Hyang Pencipta—atau entitas kosmik apa pun yang menggerakkan roda takdir—telah membagi realitas menjadi dua cermin yang saling membelakangi.

Di satu sisi, terhampar 'Dunia Nyata (Jagad Kasat Mata)'. Dunia milik manusia, dunia yang terikat oleh Hukum Fisika Newtonian, dunia yang diukur dengan meteran, dianalisis dengan kalkulus, dan didominasi oleh akal dan logika. Dunia tempat Ardiansyah dibesarkan.

Di sisi lain, membentang 'Mandala Ghaib Nusantara (Jagad Tak Kasat Mata)'. Dunia yang tidak mengenal ruang dan waktu linier, tempat energi adalah mata uang, kesaktian adalah logika, dan para leluhur berjalan bersama Lelembut dan Dewi. Dunia ini terikat oleh 'Ilmu, Adat', dan 'Wibawa'.

Pemisahan ini bukanlah kecelakaan, melainkan 'Sumpah Keseimbangan'.

"Agar manusia tidak terdominasi oleh kekuatan yang tidak mereka pahami, dan agar kekuatan tidak terkotori oleh keraguan yang tidak mereka percayai," demikianlah bunyi bisikan kuno yang diyakini oleh para 'Orang Pintar' di sepanjang Nusantara.

Garis pemisah antara keduanya adalah 'Tirai Samudra Wening', sebuah perisai dimensi yang menjaga keteraturan. Siapa pun dari Jagad Kasat Mata yang menembus Tirai, secara fundamental, akan merusak 'Logic Core' dirinya sendiri, sementara entitas dari Mandala Ghaib yang melintas akan kehilangan sebagian besar kekuatannya.

Namun, Tirai Samudra Wening bukanlah dinding beton. Ia memiliki retakan. Retakan itu dikenal sebagai 'Nexus Kuno': tempat-tempat suci yang denyut energinya terlalu kuat untuk disembunyikan.

Retakan tersebut ada di puncak gunung berapi yang sunyi, di kedalaman hutan yang belum terjamah (Alas Purwo), dan yang paling berbahaya, di sepanjang garis pantai selatan Jawa yang mistis—kediaman agung 'Kanjeng Ratu Kidul'.

Retakan itulah yang akan digunakan oleh takdir untuk menarik seorang insinyur yang tidak percaya pada apa pun kecuali 'data' ke dalam dunia yang diatur oleh 'iman' dan 'mantra'.

Hukum Sumpah Keseimbangan siap dilanggar.

Ardiansyah mematikan laptopnya dengan suara 'klik' yang memuaskan. Dalam lima jam terakhir, ia telah mendeteksi 'bug' kritis dalam algoritma 'predictive analytics' kliennya—sebuah kesalahan logika yang dapat merugikan perusahaan ratusan juta rupiah.

"Selesai. 'Logic always wins'," gumam Ardi pada dirinya sendiri, menyandarkan tubuh di kursi mobil travel yang sedang melaju kencang menuju Jawa Tengah.

Ardi adalah seorang 'Insinyur Data Senior' yang sukses di Jakarta. Usianya baru 25 tahun, tetapi ia telah mencapai puncak karier. Baginya, alam semesta hanyalah mesin raksasa, dan tuhan sejati hanyalah kode-kode yang rapi.

Ia membuka pesan dari temannya, Dio. Mereka sedang dalam perjalanan liburan akhir tahun, dan rencananya adalah berkunjung ke Pantai Selatan yang terkenal.

Dio mengirimkan 'meme' berisi larangan memakai baju hijau. Ardi tertawa kecil, nada tawanya penuh cemoohan.

Ardi (Ketik): "Mitos sampah. 'Confirmation bias' berbasis budaya. Nanti gue pake kaos ijo neon paling mencolok. Biar gue buktiin, yang nyeret ke laut itu ombak, bukan Ratu."

Dio (Balas Cepat): "Anjir Di, jangan aneh-aneh! Ini Pantai Selatan! Hormati dikit kek adat orang!"

Ardi (Ketik): "Adat? Just because a belief is old, doesn't mean it's valid, Bro. Gue buktikan. Kalau gue selamat, lo traktir gue Starbuck sebulan."

Ardi meraih ranselnya dan mengeluarkan pakaian yang ia siapkan khusus. Bukan hijau tua, bukan 'army green', melainkan 'kaus polo hijau neon' yang dibeli di butik mahal. Warna yang secara harfiah akan menjerit di bawah sinar matahari.

Lima jam kemudian, mobil tiba di pesisir Pantai Selatan. Bau garam, pasir, dan belerang menyambut mereka. Suasana di sana terasa dingin, bahkan di tengah hari.

Lihat selengkapnya