Sudah dua bulan berlalu semenjak mereka resmi menjadi sepasang sahabat. Dia dan Sina selalu menghabiskan waktu bersama-sama. Entah disekolah, menghabiskan waktu diluar, dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya, mereka selalu melakukannya bersama-sama. Tanpa dia sadari, dia merasa hidupnya telah berubah. Tampaknya Sina telah berhasil merubah orang yang kaku dan dingin ini, menjadi lebih menikmati hidupnya. Tampak dari senyum yang berkali-berkali diberikan olehnya.
Dihari minggu dua bulan kemudian, mereka kembali mendatangi toko kamera yang mereka datangi waktu itu. Dia telah berhasil menabung uangnya selama dua bulan ini tanpa gangguan sama sekali. Meskipun itu cukup berat dilakukan, karena Sina terus-terusan mengajaknya buat nongkrong di sebuah kafe atau semacamnya dan dia terpaksa harus mengeluarkan uangnya sesedikit mungkin, tapi untunglah usaha itu akhirnya tidak sia-sia. Lagipula Sina meminjamkannya sejumlah uang untuk mengurangi kekurangan uangnya. Untunglah kamera itu masih terpajang di tempat yang sama seperti terakhir kali dilihatnya. Dia merasa cukup beruntung karena kamera itu belum sold out selama kurun waktu dua bulan. Dia membeli kamera itu dengan seluruh uang tabungannya. Sekali lagi dia merasa keberuntungan berada dipihaknya karena pegawai toko itu mengatakan bahwa itu adalah stok terakhir. Sungguh rasanya seakan dia berada dalam sebuah drama dimana semua lampu sorot menyinari kearahnya.
“Sina, terima kasih sudah menemaniku membeli kamera ini.” Katanya kepada Sina seiring mereka berjalan menjauh dari toko itu.
“Tidak masalah, apa kamu senang?” tanya Sina penasaran.
“Aku sangat senang! Dengan begini aku bisa mengambil foto apapun yang aku mau. Oh iya, aku akan memfotomu untuk mengetes kamera ini, bagaimana?”
“Eh, enggak ah malu tahuu.”
“Ayolaah, kau gak perlu malu cuma sekali jepret saja kok.” Katanya sedikit memaksa.
“Tapi aku gak berpakaian bagus hari ini, aku bakalan tampak jelek.”
“Halah, peduli amat aku yakin kau gak bakal tampak jelek. Ayolahh…”
“…”
“Oke…” setuju Sina dengan ragu-ragu.
Sina berdiri ditempat yang ditunjuknya. Sina berpose cukup manis meskipun wajahnya tampak agak gugup. Satu fotopun dijepret olehnya tanpa pandang bulu.
“Wah, keren gambarnya bagus sekali. Nih coba lihat.” Katanya sambil menunjukkan gambar itu kepada Sina.
“Hmm… kamu benar, gambarnya tampak bagus.”
“Ada apa? Kok kau nampaknya kurang bersemangat gitu?” tanyanya membaca situasi.
“Hah? Enggak ah, aku cuma kurang mengerti tentang fotografi, itu saja.” Jawab Sina mencari alasan.
“Kukira cewek lebih berpengetahuan tentang berfoto?”
“Ahaha, kamu tahu kan kalau aku enggak seperti cewek kebanyakan?” kata Sina sedikit mentel
“Iya juga sih.”
(Emang sama sekali enggak)
“Hey, karena aku sudah menemanimu, kamu mau dong mengabulkan permintaanku?”
“Tentu, gak masalah, emangnya kau mau apa?” katanya mengiyakan karena dia tidak bisa menolak Sina yang sudah menemaninya apalagi sudah meminjamkanya uang.
“Ada sebuah tempat yang ingin kudatangi. Temani aku kesana yuk.”
“Boleh aja sih, emangnya kemana?”
“Ra-ha-si-a…” Kata Sina dengan manja.
“Oke deh, tunjukin aja jalannnya.” Katanya menyetujuinya.
Awan menutupi langit yang sebelumnya tampak cerah. Sama sekali tidak ada tanda-tanda hujan akan turun sebelumnya, tapi sekarang tampaknya agak mengkhawatirkan. Dia dan Sina sampai didepan sekolah mereka yang sepi dikarenakan ini hari minggu.
“Apa yang kita lakukan disekolah?” tanya dia
“Kamu akan tahu sendiri nanti, kamu ikut aku saja.” Jawab Sina
“Setidaknya bisa beri aku petunjuk?”