Landak yang Tenggelam

Arief Pramudya
Chapter #6

Awal yang Baru

5 tahun kemudian. Hujan rintik-rintik menusuk kulit kepalanya. Seakan-seakan menepuk ringan kepalanya untuk mengatakan “get it together bruh".

 Plastik belanjaan itu terasa berat meskipun isi didalamnya tidak terlalu banyak. Cuma makanan instan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya untuk sehari. Dia telah sampai di kamar apartemennya. Apartemen itu sempit dan relatif murah, hanya berfungsi sebagai tempat bernaung sejenak buatnya. Bisa tinggal di sebuah apartemenan merupakan sebuah pencapaian yg cukup besar untuknya. Apalagi ditambah dengan pekerjaan bagus yang dimilikinya sebagai fotografer. Sebenarnya bisa saja dia memilih tempat tinggal yang lebih bermutu lagi dengan pendapatannya yang sekarang, tapi dia lebih memilih tinggal di tempat itu dengan alasan ‘’nyaman”.

Ponselnya berdering secara tiba-tiba. Nama orang yang selama ini selalu ada di hidupnya terpampang dengan jelas disana. “kakak”.

“Hai kamu jadi datang kerumah nanti kan?”

“Iya, aku akan datang jam 4 nanti.”

“Oke, ingat pakai jaket ya. Hujan-hujan begini nanti kamu bisa masuk angin kalau gak pakai jaket.”

“Gak perlu dikasi tahu, aku bukan anak kecil lagi.”

“Hehe kamu kan ceroboh, bisa-bisa kamu lupa memakainya.”

“Iya iya terserah deh.”

Dia memarkir mobilnya tepat didepan rumah itu. Rumah itu tidak terlalu besar, tidak pula tampak mewah, tipikal rumah keluarga sederhana, hanya saja untuk beberapa alasan ada mobil mahal terparkir dirumah itu, setidaknya rumah itu cukup nyaman untuk ditinggali sebuah keluarga. Seorang pria berkemeja biru menghampirinya. “Hai, lama gak ketemu”, sapanya. Pria baik itu mengantarnya ke pintu depan, disitulah seorang wanita menunggunya sambil menunggu seorang anak bayi. “Hai kak” sapanya.

“Siapa ya?”

“Haha lucu sekali”

“Hehe bercanda, mana mungkin aku melupakan adikku yang manis ini. Kau sudah banyak berubah”.

“Yahh, banyak yang terjadi, kau tidak berubah sama sekali”

“Aku berubah lo, kau tidak lihat makhluk kecil yang kugendong ini?”

“Dia mirip sekali denganmu”

“Ya kan? Semua orang bilang begitu. Walaupun aku berharap dia sedikit punya kemiripan dengan ayahnya.”

“Semoga dia tidak mewarisi sifatmu”

“Hei tidak sopan, ayo masuklah”

Sejujurnya, saat ini adalah masa-masa paling menyenangkan yang pernah dirasakannya. Tidak ada yang bisa menghalangi saat-saat ini, begitulah pikirnya. Bagaimana tidak, dia telah memiliki segalanya yang dia idam-idamkan. Pekerjaan yang bagus, kehidupan yang damai, dan keluarga yang selalu ada untuknya. Hanya saja ada satu yang kurang.

“Apa kau sudah mengunjungi Ibu?”

“Belum, aku belum sempat mengunjunginya.”

“Kau harus meluangkan waktumu, sudah dua hari semenjak ulang tahun Ibu lho.”

“Tenang saja, dia tidak akan kemana-kemana. Tidak mungkin dia bangkit dari kubur hanya karena aku tidak mengunjunginya kan?”

Lihat selengkapnya