Landscape Juna

Nicanser
Chapter #2

Chapter 01

Nyatanya manusia selalu lelah pada waktu nya, seperti daun jatuh di musim gugur, dimana dia berhenti setia pada satu pohon dan menunggu  kembali menjadi musim semi yang bermekaran.

***

Gerimis bulan Juli hadir, tepat pada tanggal 3. Aku berbaring di ranjangku yang bergambar Doraemon, aku tinggal bersama kucing kesayanganku yang bernama Lilac berwarna putih polos, Kedua orangtuaku sering kali dinas diluar kota alhasil aku hanya sendirian di rumah.

Oh iya lupa namaku Nilakandi, kerap di sapa Nila. Aku sekarang kelas sebelas, rambutku panjang sampai sebahu. Tinggiku 155 cm berat badanku ... Ah sudahlah bukan itu yang ingin aku ceritakan.

Ini tentang Juna, laki-laki dingin dengan kamera yang di bawanya, meski hujan dia tetap memotret, aku bahkan tidak pernah sekali melihat ful wajahnya, dia sangat misterius semenjak kepindahannya kemarin.

Tidak hanya dia, keluarganya juga tidak memiliki wajah yang ramah. Saat mengantarkan lelaki itu dia pergi begitu saja seperti membuang anak kucing yang sering berak di rumahnya.

Tau gak kenapa aku bisa tau namanya? Di kompleksku ratunya ngegosip, mereka pura-pura mengantarkan makanan dengan alasan kepindahan tapi sekalian menanyakan hal-hal gak penting yang kadang buat orang risih, termasuk hal pribadi yang aku ceritakan di atas, yaitu kenapa Juna ditinggal sendirian padahal dia seumuran denganku tanpa pengawasan, dan lebih parahnya dia gak sekolah padahal rumahnya terbilang besar seukuran orang kaya dan itu membuktikan bahwa orang tuanya mampu membiayai sekolahnya.

Ponsel gadis bermata hitam pekat bergetar, dia menoleh sejenak dan menghentikan menulis di buku diarinya. Ada hal yang harus dia kerjakan saat mendapati pesan itu.

Segera dia menutup bukunya dan berlari membersihkan rumah karena sebentar lagi sepupunya yang bernama Lembayung akan datang untuk menemaninya dan ibunya tahu kalau laki-laki itu tidak akan datang kalau rumah tidak bersih.

Nilakandi dan Lembayung sepupu satu kali dan mereka hanya beda satu tahun. Maka dari itu orang tuanya mempercayakan anaknya di tangan laki-laki itu.

Setelah Kapisa_ibunya mengirimkan pesan keramat itu  Nila harus berberes rumah, dengan ancaman uang sakunya akan di potong jika tidak menurut.

Dan tiga puluh menit berlalu, akhirnya rumah bersih cemerlang. Bertepatan bunyi bel di pintu utama. Dengan kaki yang gemetar akibat kelelahan, Nila memaksakan diri menuju pintu.

Setelah dibuka terpampang wajah tak berdosa milik Lembayung sedang tersenyum cerah sambil menunjukan gigi yang ada cabenya. Nila mengepalkan kedua tangannya menahan amarah, dia sudah capek memasak dan laki-laki itu malah sudah makan diluar.

Tanpa bicara laki-laki dengan alis tebal itu melongos begitu saja tanpa salam. Dia menurunkan tas besarnya di sofa dan menjatuhkan dirinya disana.

"Kapan terakhir kali aku bisa bebas seperti ini?" gumamnya. Mata Nila memicing kesal dan masuk begitu saja dalam kamar tidak lupa dia membanting pintu dengan keras hingga menimbulkan suara yang besar.

Lihat selengkapnya