Kadang kita seperti kertas-kertas yang terbang berceceran. Menantikan terbang di bawah angin, Menunggu jatuh ke tanah lalu di injak, Dan berharap seseorang memungutnya dan meletakkan di tong sampah.
***
Juna mencoret salah satu foto yang ada di papan tulis kamarnya, yang pertanda bahwa manusia itu sudah mati di tangannya dan masih tersisa beberapa foto lainnya yang belum tercoret garis merah.
Dia menoleh melihat laki-laki yang sudah mati terikat di kursi ruang tengah, Bibir yang di robek sampai ke telinga, mata dicungkil, pipi yang dicincang terlihat sangat indah di mata Juna.
Hasil jempretan karya seninya kemarin malam diabadikan di salah satu album fotonya. Saat ingin meletakkannya di lemari tanpa sengaja dia menyenggol tasnya dan berakhir jatuh.
Disana memperlihatkan salah satu foto yang ia cuci, yaitu foto Nila. Dia mengambilnya sambil tersenyum kecil dan memindahkannya ke album lain. Tidak hanya satu, ada juga foto lain yang ia simpan disana dengan berbagai macam pose milik Nila.
Suara bel berbunyi membuat perhatian laki-laki itu teralihkan. Dia segera membereskan semuanya dan beranjak membuka pintu.
Seorang gadis dengan rambut disampul, baju longgar rumah sudah menjadi ciri khas gadis yang ada di hadapannya sekarang.
"Apa yang ingin...."
"Masuklah!" Juna menarik lengan gadis itu dengan senang sambil menunjuk kan karya seninya.
Mata Nila membola, bahan makanan yang sudah di proses dalam perutnya kini ingin keluar.
"Kamar mandi ada di sudut sana!" tunjuk Juna, tahu apa yang ada di otak gadis itu.
Saat diberi petunjuk, gadis itu segera melangkah tapi dia lupa karena terburu-buru. Yang ada di malah masuk ke dalam ruang pribadi Juna. Nila dibuat takjub, yang ada di otaknya sekarang ialah Juna yang berantakan sama seperti isi rumahnya tapi saat memasuki ruang itu malah sebaliknya, yang terlihat sangat bersih dan polos. Dinding bercat putih tanpa noda, hanya ada kasur dan foto yang yang ada di meja.
Nila menghampiri itu dan mengambilnya, memperlihatkan seorang gadis cantik yang sedang tersenyum menatap wajah Juna. Rupa laki-laki itu juga terlihat lebih segar dan bahagia, tidak seperti sekarang yang pemurung dan lelah.
"Apa dia punya alasan ..."
Bruk!
Seketika dia ambruk di lantai, kepalanya terasa pusing, dia mendongak ke atas melihat laki-laki itu yang sedih menatap figur foto yang terlepas dari tangannya tadi, setelah itu pandangnya menjadi gelap.
***
Suara tangisnya menggema di telinga Nila, saat tersadar yang ia lihat Kapisa_ibunya sedang menangis sambil memegang tangannya.
"Kau sudah sadar?" tanya Lembayung khawatir.
"Aku kenapa?" tanyanya bingung.