Sinar Mentari pagi menembus jendela yang ada dikamar milik rembulan. Kini ia sudah siap dengan seragam sekolahnya, tak lupa ia mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda kesukaanya.
Bulan melihat sendu kantong matanya yang menghitam akibat kejadian kemarin, bulan bercerita kepada langit dengan isak tangis yang tak kunjung henti, ia merasa terpukul.
Sebelum keluar kamar bulan membuka jendela dan tampak langit pagi yang sangat cerah, itu favoritnya dan sedetik kemudian bulan tersenyum, ia harus kuat, ia tidak boleh menunjukkan kelemahannya dikeramaian orang, ia selalu yakin bahwa ada rencana Indah yang tuhan titipkan untuknya.
"Selamat pagi langit, pagi ini tetap sama, aku masih mencintaimu untuk sekarang dan selamanya." katanya dan membuat ukiran senyum yang cantik diwajah manis miliknya.
Bulan keluar kamar dan terlihat mamanya sudah rapi dengan pakaian kantornya dan sedang memoles selai roti untuk sarapan pagi ini, miranda menyadari kehadirannya. "Pagi sayang, yuk sarapan dulu." ujarnya dan membuat bulan mengangguk dan duduk di meja makan sebelahnya.
Tak lama bintang keluar dari kamarnya lengkap dengan tas yang ia pakai dibahu sebelah kanan, miranda melihat kearahnya "yuk sayang sarapan dulu sebelum kamu berangkat kuliah."
Bintang menatap dengan sinis. "Gak laper." dan ia langsung berlalu pergi keluar rumah.
Bulan melihat ekspresi muka sang mama langsung berubah dan ia bisa merasakan itu. Bulan langsung mengelus punggung tangan mamanya "gak usah sedih mah, kan ada bulan yang nemenin mama." Miranda menjawabnya dengan tersenyum.
"Oh iya ma, kemarin bulan tidur dikelas lagi dan bu Dwi marah banget, ekspresi mukanya itu loh lucu banget, terus kemarin ada tugas-" ucapnya terhenti akibat suara telepon dari hp sang mama yang berbunyi.
"Ya ampun mama lupa kalo pagi ini mama harus ketemuan sama rekan kerja mama, ya udah kalo gitu mama pergi dulu ya, dah sayang." ujarnya dan mencium pucuk kepala bulan.
"Iya ma hati-hati." suaranya terdengar serak dan seketika kedua bahunya melemas dan matanya sudah berkaca-kaca. Kenapa keadaan selalu seperti ini, disaat ia ada waktu untuk mengobrol dengan sang mama keadaan selalu tidak berpihak kepadanya.
Bulan menghabiskan roti yang sedang ia makan dan tak lupa membersihkan meja makan dan tak lama kemudian ia pergi menuju ke sekolah.
***
Setelah turun dari bis, bulan hendak memasuki gerbang SMA Angkasa. Dimana SMA Angkasa adalah saksi bisu perjalanan hidupnya. Di SMA ini bulan bisa merasakan kehidupan, banyak temannya yang berpikiran ia adalah cewek aneh dan tidak segan dari mereka mengejek kekurangan bulan yang tanpa ia ketahui apa penyebabnya.
Di SMA inilah bulan bisa merasakan persahabatan seperti dirinya dengan sabina. Saat MOS mereka sudah berteman dan disaat pembagian kelaspun tanpa mereka duga mereka satu kelas sampai saat ini.
Sabina selalu sabar menghadapi sikap bulan yang selalu berubah-ubah, sabina pun sendiri tahu bahwa bulan adalah anak broken home, ayah bulan sudah meninggal dan sang mama serta kakaknya sedang sibuk dengan dunianya masing-masing, hanya itu yang sabina tahu ia tidak tahu bahwa selama ini bulan sangat terpukul dengan keadaan seperti ini, bukan itu saja tapi selalu saja ada masalah dirumah, itulah yang membuat bulan enggan bercerita lebih mendalam tentang keluarganya. Sabina memaklumi hal itu dan dia selalu memberi semangat untuk bulan.
"Pagi pak," sapanya dengan pak satpam yang sedang berdiri didepan gerbang.
"Pagi non rembulan," balasnya dengan anggukan.
Di parkiran sudah tersusun rapi kendaraan para siswa dan bulan melihat sabina yang sedang turun dari motor geral. Sebenarnya bulan bisa pergi kesekolah dengan kendaraan pribadinya, bahkan mobil yang sudah dibelikan sang mama untuknya jarang ia gunakan.
Bulan lebih suka bepergian menggunakan kendaraan umum menurutnya dengan menggunakan kendaraan umum ia lebih bisa mengenal dunia luar dan bisa bercengkrama dengan orang yang tidak ia kenal, ia rasa dengan begitu membuatnya tidak merasa kesepian.
Bulan melambaikan tangan ke sabina, sabina melihatnya dan tersenyum "yauda kalo gitu aku duluan sama bulan," ujarnya kepada geral.
"Iya nanti pas pulang aku tunggu didepan kelas. Belajar yang rajin," ucapnya dan merapikan poni sabina yang berantakan.
Rembulan yang melihat dari kejauhan pun hanya terkekeh geli. Sabina menunjukkan ekspresi senang dan bulan juga merasakannya.
"Pagi-pagi aja udah mesra," sindirnya kepada sabina yang saat ini sedang berada disampingnya.
"Kenapa? Syirik ya? Makanya cari pacar gih sono."