Angkot diisi oleh tiga orang ibu-ibu, dua orang anak SMP, dan tiga orang anak SMA yang salah satunya adalah Langit. Obrolan para wanita yang tengah menggandeng tas pasar itu mendominasi. Tak jauh dari membicarakan perihal ekonomi serta keluarga.
Angkot ini biasa mangkal di depan minimarket yang berhadapan langsung dengan kompleks perumahan tempat Langit tinggal. Namun, ini pertama kalinya Langit naik angkot. Biasanya, mengendarai motor atau sepeda.
Langit duduk di pojokan. Memainkan handphone yang ramai oleh notifikasi grup. Di sebelahnya dua anak berseragam khas SMA negeri tampak mencuri pandang kepada Langit. Kemudian berbisik-bisik dan senyum-senyun berdua.
"Kak, dari SMA Lunar, ya?" tanya salah satu siswi SMA yang sedari tadi memperhatikannya.
Langit menoleh.
"Iya." Kembali sibuk dengan handphone-nya.
Dapat Langit dengar bisik-bisik kedua cewek itu.
"Sok cuek banget anjay. Sok cool, lagi"
"Gak usah su'udzon lu. Siapa tau emang gitu anaknya," timpal temannya.
"Iya, sih, tapi malu anjir. Masa gue dicuekin gitu. Mentang-mentang bule ganteng."
"Lagian lu pake nanya segala."
"Ya, 'kan gue ramah."
Diam-diam Langit menggeleng samar. Memangnya jawaban apa lagi yang cewek itu harapkan? Bukannya kata 'iya' juga sudah cukup? Langit bukan seseorang yang pandai berbasa-basi. Mungkin akan berbeda jika itu ialah orang yang dikenalnya.
"Kiri-kiri."
Langit turun di depan gerbang SMA Lunar. Suasana sekolah masih sepi. Akan tetapi, sudah terlihat Pak Nono dan Gara si wakil ketua OSIS nan sangat rajin terlihat asyik bercengkrama di pos. Meski jemari Gara tetap berkutat dengan laptop.
"Pagi, Mas Langit."
"Pagi, Pak." Langit beralih menatap Gara, "Kenapa gak masuk? Takut setan?" tanya Langit serampangan.
Gara meringis sambil menggaruk kepalanya.
"Nggak. Di dalem nggak ada setan, adanya ibu kantin." Gara tertawa kecil, "Di sini suasananya bagus. Jadi, ya, gue pikir cocok buat ngerjain tugas. Btw, tumben naik angkot?"
Langit yang baru saja mendudukkan diri di sebelah Gara segera menoleh. Kali pertama naik angkot ke sekolah tidak buruk. Walaupun telinga terasa gatal mendengar ocehan ibu-ibu dan bisik-bisik dua cewek di sampingnya.
Ia mempertimbangkan untuk menaiki kendaraan itu lagi besok atau mungkin pulang sekolah nanti jika ada. Matanya melirik ke jalanan yang mulai menampilkan sederet kemudi memasuki wilayah sekolah.
"Soalnya, gue disuruh naik mobil bareng Pak Dicky."
"Hah?"
"Gue gak suka. Mending naik motor, sepeda, atau angkot sekalian."
Gara hanya mengangguk. Ia cukup tahu karakter Langit selama beberapa bulan ini menjadi wakil ketua OSIS. Menurut pengamatan Gara, wajah bule ditambah kepribadian Langit yang disiplin, suka menyindir secara tiba-tiba, dan terkesan mengekang terkadang membuat orang-orang menyebut cowok itu 'Bule Sok Iye', 'Bule Elit', 'Bule Hedon', dan sebagainya.
Jika Langit diantar menggunakan mobil oleh sopir pribadi, dia akan mendapatkan sebutan-sebutan semacam itu. Bagi Gara, Langit adalah sosok yang kuat mental, tetapi kerap kali mendengarkan orang lain untuk meminimalisir ejekan padanya. Lagi pula, siapa yang sudi diejek?