Hari ini adalah hari terakhir lukas bekerja dikantornya, sebab mulai empat hari kedepan ia sudah yak lagi bekerja dikantor pusat dan harus segera bekerja di cabang perkebunan kantornya saat ini yang berada di daerah padang lawas utara, tepatnya daerah gunung tua yang berada jauh kurang lebih sepuluh jam dari kota Medan.
Seusai membereskan semua barang-barangnya, ia langsung mengangkat kotak tersebut dan bergegas pergi dari sana. Tak ada satupun karyawan yang membantunya atau hanya sekedar memberikan pelukan terakhir pada lelaki itu, begitu juga lukas yang merasa enggan untuk berpamitan pada seluruh staff kantor seakan memang ia ditakdirkan untuk hidup hanya sendirian.
Ia bisa mengerti bagaimana semua staff karyawan yang menatapnya penuh kebencian, bahkan sekretarisnya saja tak berkata banyak selain hanya menatap lukas dari jauh dan sekedar memberikan sapaan terakhir saja sebab memang pria itu tidak mau menerima bantuan dari orang lain.
Hatinya benar-benar telah mati, ia sudah terlalu lama mengurung diri dalam lingkaran kesendirian yang membuatnya dikelilingi oleh kebencian dari berbagai pihak.
Mungkin memang dia adalah orang yang sangat berprestasi, tetapi untuk apa semua itu kalau ujung-ujungnya ia harus hidup dalam kesendirian dan tak ada satupun orang yang memandangnya sebagai pria yang baik dan pantas dicontoh.
Bahkan tanpa disadarinya, beberapa karyawan malah sibuk mengumpat lukas dan beberapa diantaranya juga terlihat senang akan kepergian lukas yang selama ini selalu semena-mena pada karyawannya.
"Aku tak tahu apa yang kalian pikirkan, tetapi kuharap kalian tidak pernah lupa apa yang kukatakan dan jangan terus menerus jadi orang bodoh" Ucapnya angkuh, masih saja ia sempat-sempat mengatakan itu dihadapan para karyawan, untungnya para atasan tak ada satupun yang berada disana jadi tak ada yang sebenarnya tahu bagaimana kepribadian asli pria itu.
Ia sudah lama lihai dalam bermuka dua, dimana ia selalu bersikap ramah dan profesional setiapkali dihadapan para atasannya sehingga tak jarang atasan sangat mempercayai Lukas dan malah menganggap semua pengaduan para karyawan hanyalah bualan saja.
Dengan langkah kaki bahagia, pria itu keluar dari sana dan bergegas membawa mobilnya pergi tanpa berniat memberikan sapaan terakhir kepada satpam yang berjaga diluar kantor.
Namun ia tak membawa mobilnya langsung pulang kerumah, ia malah membelokkan mobilnya menuju rumah sang bunda.
Kebetulan saja rumah bunda tak terlalu jauh dari daerah kantornya, jadi tak menunggu waktu lama akhirnya lukas tiba juga disana.
Rumah yang berada di daerah amplas, dengan nuansa warna orange yang memperindah rumahnya dan beberapa tanaman hias yang berada disepanjang teras .
"Mbok..buka pagarnya!" Ucap Lukas saat melihat mbok susi keluar dari rumah, wanita tua itu langsung mengangguk saja dan bergegas membuka pagar agar mobil sigra hitam milik Lukas bisa masuk.
Seusai memarkirkan mobil diteras rumah bunda yang cukup besar untuk ukuran mobil, mbok susi langsung menutup kembali pagar tersebut.
"Makasih mbok, oh iya bunda lagi apa?" Lukas keluar dari mobilnya, ia melepaskan dasinya dan berjalan masuk kedalam rumah .
"Bunda lagi bantu-bantu mbok masak di dapur pak, kebetulan sekali bapak datang jadi bisa makan siang bareng ibu" Mbok susi adalah wanita yang sudah lama bekerja dirumah bunda, jadi bisa dikatakan ialah orang yang memaklumi sikap lukas setelah bunda dan merupakan orang kedua yang sangat menyayangi lukas seperti anaknya sendiri.
Meskipun terkadang lukas bersikap menyebalkan, namun ia bisa memaklumi dan mengerti bagaimana lukas yang tadinya anak baik-baik berubah drastis menjadi pria yang seperti sekarang. Sekali lagi ini semua disebabkan karena keadaan yang melakukannya, jadi tak ada yang bisa dipersalahkan saat ini.
"Tentu dong mbok, yaudah aku nemuin bunda dulu ya"Lukas langsung berjalan ke dapur, ia bisa melihat bunda sedang memakai celemek dan tengah sibuk menghias pancake buatannya.
"Senang banget lihat bunda mau masak lagi, walaupun cuman pancake!" Gumam lukas pelan, ia langsung mendekati bundanya dan memeluk wanita itu dari belakang.
Ia bisa merasakan tubuh kurus sang bunda yang mulai keriput, wanita yang teramat sangat dicintainya sejak dulu dan wanita yang mau berkorban demi dirinya.
Bunda mendongak kearah belakang dan menatap sendu wajah lukas, ia tak bisa menyembunyikan perasaannya kalau ia sangat senang putra bungsunya ini menyempatkan waktu untuk datang kesini.
"Bunda rindu banget sama kamu, nak" Bunda yang kini giliran memeluk lukas, ia bisa merasakan kalau bayi kecilnya kini sudah tumbuh menjadi sosok pria dewasa. Ia tak menyangka waktu telah berjalan begitu cepat, padahal jika diingat-ingat lagi perasaan baru kemarin ia merasakan genggaman mungil bayi nya itu.
"Kamu udah 3 Minggu gak kesini, bunda jadi kangen tahu.." Keluh bunda, ia melepaskan pelukannya dan menunjukan pancake buatannya kepada lukas.
"Walaupun cuman pancake, tapi bunda sengaja belajar buat ini supaya kamu bisa ngerasain masakan bunda lagi" Bunda sepertinya tahu bagaimana sang putra sangat merindukan masakan yang dibuat oleh jemarinya, ia paham kalau Lukas sudah tumbuh dewasa dan bisa saja kelak ia tak dapat lagi membuat makanan untuk lukas.
"Makasih ya bunda, lukas kangen banget loh sama masakan bunda" Lukas terlihat bersemangat, ini adalah satu-satunya momen pria itu bisa tersenyum dan terlihat bersemangat.
"Sini! Biar lukas bantu bawain ke meja makan" Ia mengambil piring berisi banyak pancake itu dan membawanya kemeja makan, sekaligus juga ia menuangkan air hangat di gelas mereka dan dua buah piring mungil yang ditaruhnya dimeja.
"Wah, pasti masakan bunda enak banget nih" Pujinya, bunda hanya tersenyum saja dan terlihat sangat senang. Pastinya semua ibu akan bangga saat masakannya dipuji oleh sang anak, ia langsung menyajikan sepiring pancake pada lukas yang langsung dicicipi oleh pria itu.
"Enak banget bun!" Ucap lukas, seusai menyantap sepotong pancake.
"Bunda sangat bahagia kalau ngelihat kamu makan lahap banget"
Lukas mengehentikan makannya dan menggenggam erat tangan bunda sejenak, ia sangat bersyukur memiliki wanita terhebat dihadapannya itu.
"Oh iya bun, lukas mau ngasih kabar penting sama bunda" Ia mulai serius, sebab tak mungkin juga ia menyembunyikan hal ini kepada bundanya.
"Oh iya, apa itu nak?"
"Jadi gini bun, lukas bakal dipindahtugaskan ke perkebunan yang ada di Paluta jadi mulai hari ini lukas gak kerja dikantor pusatnya lagi" Jelas Lukas, ia tak bisa menunjukkan wajah bahagianya sebab memang sudah lama ia ingin kerja diperkebunan langsung bukan dikantor pusat.
"Wah hebat dong, akhirnya impian kamu sejak kecil terkabulkan oleh tuhan" Bunda juga tampak terlihat bahagia melihat kebahagiaan putranya itu.
"Cuman masalahnya kita jadi jarang ketemu, emang bunda ijinin?" Tanya lukas lagi, bunda hanya mengangguk mengiyakan saja dengan senyuman terindahnya.
"Tentu dong bunda ijinkan, bunda gak masalah ditunggal sama kamu kan kita bisa video call dan juga disini ada mbok susi jadi kamu gak perlu khawatir" Bunda menyingkirkan piring dihadapannya, ia menatap sendu kearah lukas.
"Kebahagiaan kamu itu adalah segalanya bagi bunda, itulah keinginan semua ibu didunia ini" Mendengarkan Perkataan bunda barusan, membuat lukas merasa senang dan semakin menyayangi bundanya.
"Makasih ya bunda, lukas janji nanti kalau lukas bakal sering-sering kemedan pakai jatah cuti lukas"
"Iya..bunda tahu kok, oh iya bunda juga mau bilang sesuatu sama kamu"
"Apa itu bun? Bunda butuh sesuatu?" Tanya lukas ekspresif, bunda cukup Ragu untuk mengatakannya tetapi hatinya bakal lebih nyesak kalau ia tak berterus-terang pada lukas.
"Seminggu yang lalu bunda mimpiin kakak kamu, bunda mimpi azka memeluk bunda sambil menangis tapi seluruh tubuhnya bermandikan darah" Bunda mulai terlihat serius, ia tak mungkin menyembunyikan rasa khawatirnya itu kepada sang anak.
"Sampai saat ini bunda khawatir banget sama azka, bunda pengen banget nelepon dia tapi bunda gak punya nomornya" Jelas bunda, ekspresi wajah lukas yang tadinya senang langsung terlihat datar seakan ia memperjelas bila ia tak suka membicarakan kakak lelakinya itu.