"Ini beberapa barang-barang Abil, kalau bisa jangan terlalu keras padanya ya" Ahmad sesekali melirik kearah Abil yang hanya berdiam diri diatas ranjangnya, ia merasa cukup berat meninggalkan abil bersama lukas yang secara kenyataan sama sekali belum pernah dikenal oleh abil.
"Hmm.." Lukas langsung menggendong ransel abil, ia terlihat cukup tak bersemangat dan terlalu jelas memperlihatkan ketidaksukaannya pada Ahmad.
"Oh iya, berkas-berkas anak ini? Dan masalah-masalah ribet lainnya anda yang urus kan?" Ahmad hanya mengangguk saja, ia juga menyerahkan berkas penting yang sangat berguna pada lukas didalam sebuah tas laptop.
"Didalamnya ada berkas-berkas kelahiran, akta dan affidavit¹ yang udah diurus sama azka sejak anak itu lahir, jadi kau tenang aja dan kalau ada yang harus dibantu, kau bisa hubungi aku" Ahmad menyerahkan kartu identitasnya pada berisi nama dan nomor kontak aktif.
"Intinya aku hanya mengurus anak ini, dan kau yang mengurus sisanya. Oh iya sekalian kau juga harus jual rumah mereka yang ada disana dan jadikan uang itu sebagai uang tabungannya" Ucap Lukas, ia langsung mendekati Abil dan menarik tangan anak itu.
"Jangan libatkan aku dengan hal-hal yang menyusahkan, ingat itu!" Lukas langsung menarik pergi abil dari sana, ahmad hanya bisa menghela nafas saja mencoba memaklumi watak lukas yang sangat berbeda jauh dengan azka.
Lukas semakin mempercepat langkahnya, tentu saja abil merasa kesulitan mengejar lukas sampai membuat anak itu kesal dan langsung berteriak keras dorumah sakit. Tentu saja keributan yang dibuatnya itu membuat semua mata memandang mereka, lukas yang sudah terlanjur malu hanya bisa menahan kekesalannya saja.
"Stop!!! Jangan buat keributan dirumah sakit ini.." Bisik Lukas ditelinga Abil.
"Kau ingin pulang kan? Yaudah ayo kita pulang!" Bisik lukas kembali, mendengarkan kalimat pulang tentu saja membuat abil mengangguk dan meraih kembali genggaman tangan lukas.
Kini keduanya kembali berjalan pergi seperti tak terjadi apa-apa, kali ini lukas sedikit memperlambat langkahnya meskipun ia tak biasa melakukan hal itu .
Mungkin sekilas kita perhatikan kalau lukas bukanlah tokoh antagonis disepanjang hidupnya, namun bukanlah lukas namanya kalau tidak melakukan segala hal dengan emosional. Saat ini bisa saja memang ia tidak sedang tertarik melakukan pertengkaran dengan abil ataupun ahmad, suasana hatinya juga tidak terlalu baik ataupun buruk sehingga ia lebih memilih bertindak biasa saja .
Saat tiba dirumahpun, lukas tak banyak bicara kepada abil. Ia memang tak tertarik melakukan komunikasi perkenalan pada keponakannya itu.
Ia hanya menuntun Abil menuju kamar kosong yang berada dekat dapur setelah memastikan pagar dan pintu rumah sudah terkunci,lalu meletakkan ransel beserta dokumen abil diatas meja hias yang terletak dikamar.
Untungnya ranjang kamar tersebut sudah dipasang seprei beberapa hari lalu olehnya, memang kebetulan lukas adalah pemuda yang sangat mencintai kerapian dan tak jarang setiap hari libur dirinya selalu membersihkan rumah dan perkarangan yang depan rumah.
"Kau bisa tidur disini! Oh iya kau butuh lampu ini tetap menyala atau kumatikan saja?" Tanya lukas tanpa sadar kalau keponakannya itu mengalami kebutaan .
"Terserah, lagian sama aja semuanya kelihatan gelap" Ketus Abil yang hanya diam mematung diambang pintu, lukas hanya mengangguk saja seakan ia tak merasa bersalah sedikitpun dan pria itu juga tampak acuh .
"Okelah, yaudah kau bisa langsung tidur aja " Lukas langsung menghidupkan lampu kamar dan bergegas pergi, tetapi tangannya langsung ditahan oleh abil yang memang sedari tadi sudah berdiri diambang pintu kamar.
"Paman bilang aku bakal pulang? Dimana papa dan mama?" Tanya Abil yang masih terlalu polos, ia menggenggam tanga lukas sangat erat seakan-akan enggan membiarkan pria itu pergi dari sisinya sebelum memberikan jawaban yang dibutuhkannya saat ini.
"Ahmad tak memberitahumu?"