Abil sama sekali nggak menyentuh nasi gorengnya, ia juga sama sekali enggan mengeluh dan hanya duduk manis sembari menundukkan kepalanya dan memainkan sendok dan garpu di dalam piring.
Tak ada yang dapat menafsirkan apa yang tengah dipikirkan abil saat ini, ia masih saja bersikeras untuk tidak menyentuh nasi goreng itu walaupun bunyi keroncongan diperut anak itu mulai menggerutu keras.
"Kau beneran gak makan nasi goreng itu? " Tanya Lukas, kini mulutnya dipenuhi oleh nasi goreng yang sudah hampir melicinkan piring .
Abil hanya menggelengkan kepalanya saja, ia tak mau membuat pamannya itu menjadi kesal saat ini meskipun tanpa sadar sifat kekanak-kanakan abil sering timbul begitu saja, kata orang dewasa sih namanya juga anak-anak pasti memang banyak maunya dan keseringan banyak tingkah jadi orang dewasa haruslah menganggap hal itu sebagai sesuatu yag wajar.
"Hmm.. Terserahmulah nak" Lukas meneguk minumannya, ia mengambil tongkat dan memberikannya kepada Abil.
"Kau pegang tongkat ini buat jaga-jaga, soalnya Aku mau ketoilet bentar" Lukas langsung pergi dari mejanya , ia memasuki toilet yang memang berada tidak terlalu jauh dari posisi meja mereka.
Didalam toilet, Lukas langsung membersihkan wajahnya dengan air kran dari wastafel sembari menatap cermin cukup lama.
Ia tidak mengatakan apapun selain berulangkali membilas wajahnya, seakan ia ingin menjernihkan pikirkannya sendiri saat ini.
"Wajahnya benar-benar menjengkelkanku, hufftt..." Keluh Lukas, entah kenapa bayangan wajah sang kakak di diri abil membuat lukas selalu muak dan terpancing Sulut emosi sehingga membuat lukas kerap selalu saja mencari kesalahan abil dan menjadikan anak itu sebagai pelampiasan amarahnya.
"Tenanglah Lukas, ia cuman anak kecil " Ucap lukas untuk pertamakalinya , setelah sudah berhadiah ia terus menancapkan perang dingin pada anak itu.
Mungkin saja perkataan abil dimobil tadi membuka sedikit naluri dalam dirinya.
Cukup lama lukas melamun didepan kaca, sampai sebuah langkah kaki dari pengunjung kafe lain membuyarkan lamunannya dan membuat pria itu segera mematikan kran air wastafel dan bergegas kembali kemeja.
Ia sedikit terkejut melihat meja telah kosong, tampak nasi goreng dipiring abil sama sekali tidak berkurang yang ada malahan jejaknya dan tongkat pemberian lukas itu ikut lenyap dari sana.
Lukas langsung menatap ke sekeliling kafe seperti orang linglung, tetapi tetap saja ia tidak menemukan keponakannya itu.
"Hey mas, ada lihat anak kecil yang duduk dimeja ini gak? " Tanya Lukas, ia menghentikan langkah salah satu pelayan kafe yang kebetulan berada didekatnya.
"Kayaknya tadi adik itu keluar pak, seingat saya sih gitu pak"
"Oh, yaudah boleh tolong dihitung harganya!" Lukas langsung mengeluarkan uang merah 2 lembar yang langsung dikembalikan beberapa kembar biru oleh sang kasir.
Setelah selesai berurusan dengan kasir, pria itu langsung berjalan kearah parkiran sembari mengamati sekeliling .
Untungnya sebelum sampai ke parkiran atau lebih tepatnya didepan pintu masuk kafe , ia bisa langsung menemukan keberadaan Abil, anak itu sedang mengobrol dengan salah satu bapak tua yang tengah duduk didepan kafe dengan penampilan kumuh dengan sebuah mangkok dihadapannya.