Pagi ini lukas tidak langsung masuk ke kantornya, ia terlihat sedang menunggu seseorang di area parkiran. Berulang kali lukas melirik kearah jam tangannya sembari menatap kesekeliling dan berharap orang yang ditunggu segara tiba.
Begitu melihat seorang pria yang masih baru saja turun dari mobil dengan setelan kemeja rapi yang sedikit kuno, lukas langsung berjalan cepat menghampiri orang itu yang tidak lain ialah pak baim.
"Anda terlambat 2 menit hari ini" Ucap Lukas yang sedikit kikuk.
"Iya pak, soalnya tadi saya harus mandiin kucing saya yang gak sengaja masuk ke parit" Lagi- lagi pak baim masih saja bersikap ramah yang membuat lukas merasa kesal, ia merasa kalau seharusnya pria itu marah dan membencinya bukan malah berpura-pura menganggap semuanya masih terasa baik- baik saja, dan bila jujur rasanya sikap tenang pak baim mengingatkan lukas terhadap ketenangan azka yang saat itu benar-benar terasa menyebalkan bagi lukas.
"Lain kali anda bakal saya kasih spo kalau terlambat lagi dengan alasan gak penting" Ucap Lukas ketus.
"Baik " Jawab Pak baim, "Ya sudah, kalau gitu saya ijin duluan ya pak"
"Eh, tunggu pak!" Ucap lukas spontan, Baim memandangi lukas yang masih ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
"Kenapa , pak? ada yang bisa saya bantu?" Tanya baim.
"Turut berduka cita buat kepergian anak bapak, saya dengar dari iwan" Lukas semakin kikuk dan mengalihkan segera pandangannya.
"Insyaallah saya udah ikhlas kok untuk kepergian putra saya , pak" Ucap Baim, "Yuk kita masuk kekantor pak!" Ajak Baim, kali ini lukas enggan menolak dan hanya mengikuti langkah baim dari belakang.
Tentu saja begitu lukas memasuki kantor membuat semua mata tertuju dengannya, bagi mereka kedatangan baim yang disusul oleh lukas dan pembicaraan keduanya saat di area parkiran terlihat cukup menarik sebab tak biasanya manajer yang dijuluki sombong itu memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan orang lain.
"Ada yang mau kalian bicarakan dengan saya?" Tanya lukas yang secara tiba-tiba menghentikan langkahnya sembari menatap meja para karyawan yang bekerja dibawah divisinya. Para karyawan cukup kaget dan saling menatap satu sama lain, sebab biasanya setahu mereka lukas adalah orang yang cukup acuh akan segala hal dan tidak terlalu memperdulikan apapun yang ada disekitarnya dan ini adalah pertama kalinya lukas berbicara secara langsung dengan mereka meskipun masih menggunakan nada ketus dan tatapan tajam.
"Saya gak terlalu perduli tentang apa yang kalian pikirkan tentang saya, tapi lain kali jangan mengumpat secara sembunyi-sembunyi dan bicarakan langsung dengan saya" Lukas memberikan tatapan secara menyeluruh kepada karyawannya sampai membuat beberapa karyawan memilih menunduk saja dan tidak berani membalas tatapan lukas.
"Maaf pak, Kami gak bermaksud apa-apa, hanya saja kami merasa cukup kaget dengan kedekatan bapak dan pak baim tadi pagi " Ucap salah satu karyawan yang memberanikan diri membuka suara. Namun lukas tak berkata apa-apa sama sekali, ia langsung berjalan keruangannya begitu saja sebab baginya hal itu bukanlah sesuatu yang penting untuk direspon ataupun didengar oleh telinganya.
"Berbuat baik aja pun salah, ada - ada aja" Pekiknya sembari menyalakan laptop, selang tak beberapa lama entah kenapa jemari lukas cukup penasaran sehingga tanpa sadar ia menelusuri internet alih - alih melanjutkan pekerjaannya.
"Cara meminta maaf " Ucapnya sembari mengetik dipenelusuran, lalu kedua matanya menatap tajam kelayar laptop.
"Mengakui kesalahan ? " Tanyanya pada diri sendiri, "Memangnya aku ada salah apa?" Gumamnya lagi sebelum akhirnya ia melanjutkan membaca artikel tersebut.
" Jangan mencari alasan ataupun menyalahkan orang lain dan cobalah minta maaf dengan tulus" Gumamnya lagi, " aku bahkan gak tahu tulus itu gimana" Keluh lukas.
"Ah, buat apa minta maaf kalau gak semua permintaan maaf bakal diterima? Rugi banget" Lugasnya, lalu menyandarkan badan dikursi sambil memutar-mutar kursi kantornya.
"Saya minta maaf atas perkataan saya yang menyakiti anda kemarin..." Gumam lukas , lalu ia menggeleng - gelengkan kepalanya, "Atau bagusan saya minta maaf ya pak buat sikap saya yang kemarin malam ...ah , buat sikap saya yang kurang berkenan kepada anda" Lukas berkali - kali berlatih mengucapkan permintaan maaf yang sebenarnya cukup mudah untuk diungkapkan banyak orang, namun tidak bagi pria itu yang mana memang seperti kita ketahui kalau permintaan maaf adalah suatu ucapan dan tindakan yang sangat sulit untuk diaplikasikannya.
Selama beberapa jam lukas masih sibuk melatih diri untuk belajar mengungkapkan kata tersebut, bahkan ia juga menulis beberapa kalimat permintaan maaf dikertas HVS putih yang harusnya digunakan untuk kertas print. Namun tetap saja usahanya itu tidak membuahkan hasil, yang ada malahan ia merasa geli dan kikuk bila membayangkannya secara langsung .
"Pak, ini Kopinya ya!" Ucap office boy yang tiba-tiba saja sudah ada dihadapan lukas sambil membawakn segelas kopi yang diletaknya di atas meja, lukas yang saat itu tidak menyadari kehadiran office boy tersebut tampak kaget dan buru-buru meremas kertas HVS yang digunakannya untuk coret-coret.
"Iya" Jawab lukas yang tak bisa berkata apa-apa selain rasa malu yang membuat kedua telinganya menjadi merah. Office boy itu langsung tersenyum sopan dan bersiap - siap untuk pergi seakan- akan ia terlihat tidak terlalu perduli dengan yang dilakukan atasannya itu.
"Budi? Nama mu budi kan?" Tanya lukas , " Office boy yang ternyata bernama budi itu hanya mengiyakan saja.
"Saya kira bapak gak tahu nama saya, soalnya bapakkan jarang ngobrol sama karyawan yang ada disini termasuk juga saya dan beberapa office boy lainnya" Ucap budi yang sebenarnya berniat basa - basi, apalagi usianya yang baru saja lulus sekolah menengah membuat ia masih terlihat baru dan belum memiliki rasa takut pada siapapun.
"Saya punya ingatan yang kuat" Ucap lukas yang memang sebenarnya dia sudah cukup tahu nama para karyawan yang bekerja di divisinya sejak hari pertama kerja pada momen perkenalan waktu itu, dan sebenarnya ia juga beberapa kali mendengar nama budi dipanggil oleh karyawan yang lain .
"Oh iya , saya mau berterus terang kalau saya gak suka dengan sikap basa basimu dan lain kali usahakan ketuk pintu dan jangan masuk sampai saya ijinkan" Budi hanay mengangguk saja.
"Untuk apa yang kau dengar dan lihat mengenai saya tadi, lupakan aja"
"Baik pak, tapi boleh saya ijin berbicara pak?"
"Perihal apa?"
"Masalah tadi, saya pikir bapak tidak perlu malu hanya karena saya gak sengaja ngelihat bapak berusaha berlatih untuk minta maaf, justru itu adalah hal yang hebat karena tidak semua orang bakal berusaha seperti bapak hanya untuk mengatakan permintaan maaf dengan tulus"
"Jadi, menurutmu saya sudah tulus ?" Tanya lukas yang tidak bisa menyembunyikan diri untuk bertanya pendapat orang lain tentang dirinya.
" Menurut saya , pak?" Tanya balik budi yang mulai canggung, takut kalau perkataannya malah membuat lukas marah.
"Iya, saya lihat anda cukup peka dan berpengalaman dalam berbicara jadi pastinya kau pasti tahu dalam memberikan penilaian terhadap saya"
"Alih-alih memberikan pendapat, kira - kira boleh gak saya memberikan saran saja pak ?" Tanya Budi yang berusaha untuk tetap tenang meskipun ia mulai kalang kabut saat melihat tatapan tajam lukas, ia memang tidak takut menghadapi lukas namun tidak menutup kemungkinan jika saja ia salah berbicara malah membuatnya terancam bekerja disana.
"Memangnya apa saranmu ?"