Begitu mobilnya terparkir di depan sebuah hotel , lukas langsung menggendong abil yang masih tertidur kedalam dan memesan kamar di meja reservasi.
"Mari ikut saya pak!" Ucap salah satu staff hotel yang menuntun lukas menuju salah satu lorong hotel yang ada dilantai dasar, lalu ia membukakan pintu kamar hotel untuk lukas dan memberikan kunci tersebut kepada lukas yang telah memesan satu buah kamar disana.
"Selamat beristirahat ya pak" Ucap staff tersebut dengan ramah sebelum akhirnya pergi kembali kemeja reservasi, Lukas langsung buru - buru masuk kekamar dan menguncinya dari dalam kemudian ia menidurkan abil perlahan-lahan keatas ranjang dan memastikan kalau abil tidak terbangun.
"Nyenyak juga tidurmu!" Ucapnya sembari menyelimuti keponakannya itu , ia juga tak lupa menyalakan AC dan mencharger daya handphonenya.
Lalu ia mencari akun sosial media vasya dan mengabari gadis itu kalau beberapa hari ini abil ijin tidak hadir, tentu saja pesan itu dibaca segera oleh vasya yang langsung menelepon lukas dari sosial media berhubung memang vasya tidak mempunyai nomor kontak lukas.
"Dia sudah tidur" Ucap Lukas begitu menerima panggilan vasya.
"Memangnya kalian kemana ? Kok gak dari tadi ngabarin aku?"
"Aku ada urusan penting jadi gak sempat ngabarinmu, maaf ya"
"Oke kalau gitu, aku juga gak mau terlalu ikut campur dengan urusanmu . Hati - hati ya kalau gitu dan selamat malam"
"Akan kusampaikan kekhawatiranmu kepada abil"
"Aku gak hanya mengkhawatirkan abil saja, kau harusnya sedikit peka... Aku juga mengkhawatirkanmu " Ucap Vasya secara terang-terangan walaupun ia tahu kalau percuma saja ia mengatakannya secara langsung pada lukas yang hanya selalu bersikap dingin padanya.
" Jangan mengkhawatirkanku, sya.Aku juga belum kepikiran untuk memberikanmu harapan "
"Tapi setidak kau sudah sedikit bersikap lembut samaku gak kayak dulu, itu udah cukup kok dan aku bakal menunggumu Lukas"
"Aku tutup ya" Tanpa aba - aba lukas langsung menutup panggilannya, ia masih saja menjaga jarak pada vasya seakan ia merasa tak punya cukup waktu untuk mencintai orang lain selagi masih ada kebencian yang mengisi hatinya.
Seusai menelepon vasya, lukas juga meminta izin pada atasan untuk tidak masuk kerja. Setelah itu ia langsung mematikan handphonenya dan mengeluarkan secarik kertas yang diberikan ari tadi siang.
"Ah sudahlah, setidaknya aku harus tahu kebenarannya" Gumam lukas, ia langsung menyimpan kembali kertas itu disaku dan berjalan keluar kamar sendirian.
Ia berjalan menyusuri koridor hotel sembari mengamati sekelilingnya , hingga tak terasa langkahnya yang tanpa sadar sudah membawanya ke balkon hotel yang sudah sepi karena jam memang telah menunjukkan tengah malam.
Lukas berdiri memandangi langit malam yang terlihat sangat elok dan indah, melihat bintang di langit membuat suasana hati lukas perlahan membaik .
Ia jadi teringat kala itu ia sempat berdebat dengan Azka, hanya karena Azka lebih menyukai langit biru disiang hari sedangkan Lukas lebih memilih langit malam yang berhiaskan bintang. Ia tahu kalau sebenarnya dia dan sang kakak memiliki banyak perbedaan diantara keduanya, tetapi tetap saja perbedaan itu malah semakin mempererat hubungan mereka .
" Aku ragu untuk membencimu sekarang, kau terlalu banyak meninggalkan tanda tanya untukku, sampai - sampai aku hampir gila memikirkan segalanya" Gumam Lukas .
"Dasar kakak bodoh!!!! Kau harusnya tak membiarkanku membencimu!!!!" Bentak lukas dengan suara yang cukup kencang sembari menatap kesekelilingnya yang mana ia cukup leluasa menatap kebawah dari ketinggian lantai dua, hingga mulutnya membungkam sendiri dan matanya tertuju pada ketiga anak kecil yang sedang menyusun karung goni dan kotak kardus didepan toko kelontong yang ada didepan hotel dan telah tutup sejak tadi sore.
Lukas cukup lama mengamati mereka, ia bisa melihat jelas anak tertua dari anak - anak yang lainnya sedang membagikan potongan roti kepada adik - adiknya dan rasanya lukas semakin penasaran dengan mereka bertiga.
Namun ada satu hal yang membuat hati lukas terasa digelitik, ia bisa melihat jelas kalau anak tertua tidak kebagian sama sekali jatag roti tersebut dan hanya tersenyum puas saja pada adik - adiknya.
Momen memilukan itu membuat lukas sangat kesal, ia langsung turun secepatnya dari balkon dan menghampiri salah satu staff hotel yang bertugas menjaga beberapa rak roti dan makanan ringan yang ada didalam hotel.
"Beli air mineral 2 dan roti coklat 6 buah" Ucapnya sambil membayar kas kepada staff hotel tersebut, setelah itu ia langsung berlari menghampiri ketiga anak tersebut yang menatap bingung kearahnya.
"Ini buat kalian!" Lukas menyerahkan langsung plastik berisi makanan tersebut pada anak tertua yang tampak senang saat membuka isi plastiknya.
"Makasih Om, terimakasih ya om" Ucapnya senang, adik - adiknya juga berbarengan mengucapkan terimakasih kepada lukas.
"Oh iya, ini ada 100 ribu uang buat makan kalian besok dan lusa" anak tertua bingung tetapi keraguan itu langsung ditepis olehnya setiap kali ia melirik kearah dua orang anak yang lebih kecil .
"Makasih sekali lagi om, tapi kalau boleh tahu om ini siapa ya? Tanya anak tertua, lukas yang tadinya berdiri malah ikut duduk dan bergabung dengan ketiga anak tersebut.
"Om cuman orang yang baik aja sih, dan gak ada maksud buruk dengan kalian jadi gak perlu takut Atau berburuk sangka ya"
"Kami tahu kok om, sekali lagi makasih ya om" Ucap anak tertua.
"Makasih ya om baik" ucap satu - satunya anak perempuan diantara anak - anak malang itu.
" Hmm..."lukas hanya tersenyum saja, ia tidak terlalu suka pujian dari orang lain saat ini. Telinganya belum terbiasa mendengarkan ucapan terimakasih dari orang asing terkecuali dari sang keponakan sendiri.
"Nama kalian siapa?" Tanyanya datar, ia benar-benar sulit menunjukkan senyuman diwajah tampannya itu.
"Namaku putra, ini adikku putri dan Petra" Anak tertua yang bernama putra itu menunjuk dan memperkenalkan adik - adiknya pada lukas, lukas hanya mengangguk saja sebagai tanda paham dan mengerti.
" Kalian memang gak punya rumah?" Putra menggelengkan kepalanya.
"Orang tua kalian kemana?"
"Ibu dan bapak lagi nyari uang dipersimpangan jalan"