Langit Biru

Faldhy Dwi B.
Chapter #3

#3

Harum sedang tertidur, berbaring tak berdaya, di teras rumah, ia selalu begitu. Pipinya menyentuh lantai, dia menyukai Pearl jam – alive. Rambutnya berjatuhan ke lantai, seolah dia sedang tamasya spiritual.

“ Harum, kamu ga dingin gitu? “ Sapaku yang sedang membaca buku to Kill a Mocking Bird. Tidak hanya faforit, buku ini begitu menarik, siapa saja akan terbawa arus dan berselancar dengan ceritanya

“ Engga, enakeun Kak. Dingin “ lalu muka konyol terpancar dari senyumnya yang menyebalkan. Dia adalah adiku, sepenuhnya milku, sedikit gila dan usil kadang-kadang.

Malam ini sunyi sekali. Detik jam begitu terdengar dengan jelas. Trik!

“ Kak, kangen ga sama Ayah dan Ibu? “ Wajahnya melihatku polos. Menaikan alisnya berkali-kali.

“ Sudah … Harum “ Aku menegaskan. Sambil tetap melihat buku. Aku tidak ingin Harum sedih.

“ hahahahahaha aku ga akan sedih kok, kita kan sudah menerima kepergian ayah dan ibu, ikhlas, pasti seru banget ya di surge (surga), ga ada PR Sekolah, ga ada teman-teman yang menyebalkan “ Ia berbicara sambil terbaring, kini melihat ke atas lampu. Kelakukannya absurd sekali

“ Surga itu menyenangkan, siapa saja ingin kesana, tapi di suruh mati duluan, gak ada yang mau he he “ aku membalasnya dengan guyonan. Membuka halaman selanjutnya.

Harum lalu membuat irama, membuat metronome dengan tangannya yang menabuh lantai dengan berulang. Ruang tengah, hanya sisa kami berdua.

“ Kak, Satira Jingga? ya namanya? Cantik juga ya diaaaaa ... teh “ Wajahnya kini genit. Baju tidur faforitnya adalah baju kecil bekas milku, berawarna hitam berlogo dark vedder. Celana basket yang longgar. Ia benar-benar nyaman dengan pakaian busuknya.

“ Iya, cantik, juga pintar, kaya kamu lah “ menyimpan buku dan berjalan mendekati meja turntable, membawa vinyl milik pearl jam, kesukaan harum. Lalu lagu Black, berputar. Aku mendekati Harum, mengajaknya untuk bernyanyi bersama. Entah kenapa bocah menyebalkan ini memiliki selera musik yang sama denganku.

“ All Five Horizons … “ Ia terbangun dari tidurnya

“ And all, I thaught her was everything “ Menyanyikan lagu tersebut. Membawa Sikat sepatu, untuk di jadikannya mic. Malam ini, sepenuhnya milik Harum.

“ Harum … kakak jadi penonton ya sekarang “ Harum dengan rambut panjangnya, mengubah rambutnya menjadi mirip Eddie Vedder. Suaranya yang kecil dan mungil begitu menyedihkan ha ha.

Aku bertepuk tangan, seolah ini pada puncak konser pearl jam saja. Harum semakin menjadi … kakinya naik ke atas meja. Lalu ia pantomime, seperti sedang memperagakan bermain gitar dengan full melodi.

Kita semua tertawa. Lalu pada bagian akhir. Ia memberikan sikat bodohnya itu padaku, seperti mempersilhkan … para penonton untuk bernyanyi.

Aku membawa senter, lampu ruang tengah aku hidup-nyalakan. Ku buat berulang. Kita seolah terbawa pada suasana rock-romantis di malam hari ini. Lalu tiba-tiba …

Lampu Mati …

Seseorang mengetuk dari pintu ruang tengah …

Kami terdiam …

Listrik mati! Suara musik perlahan padam …

Lihat selengkapnya