Kata pujangga, kalau sudah karena cinta, tidak perlu alasan lain setelahnya. Kini gadis itu tahu kalau pemuda itu serius dan apa yang dia janjikan bukanlah omong kosong. Apa yang ia katakan dulu benar adanya. Mereka berdua sudah ada di kampus dan jurusan yang sama, bahkan lab dan pembimbing yang sama. Bagi sang pemuda, mendapatkan gadis itu adalah misi utamanya sedang studi adalah nomor setelahnya. Keputusannya untuk melanjutkan studi di Jepang awalnya ditentang oleh keluarganya tetapi ia tetap bersikeras untuk pergi. Ia bahkan enggan menuruti Ibunya yang menyuruhnya untuk masuk sekolah bisnis di Amerika. Ibunya tidak habis pikir dengan pilihannya itu tetapi ia juga tidak memberitahu ibunya alasan di balik pilihan itu. Dengan berat hati, akhirnya Ibunya pun membiarkan ia melanjutkan studi ke Jepang sesuai dengan keinginannya.
Satu atau dua minggu memang tidak cukup untuk tahu sifat dan karakter seseorang. Butuh waktu untuk membuatnya terang. Janjinya memang ditepati. Pemuda itu datang. Namun, kini setelah cerita berlanjut, sepertinya ia tak bergulir cepat malah mulai menemui titik buntu. Keyakinan dalam hati gadis ini yang dulu sempat ada kini luntur sudah. Rasa-rasanya semuanya sudah hambar apalagi setelah tahu dan mengenal pemuda itu lebih jauh selama satu tahun ke belakang, bukan hanya dalam hitungan hari seperti saat bertemu dulu. Ia kini sadar jika apa yang ia impikan dan apa yang pemuda itu harapkan tidak sama.
Saat ini, setiap kali pemuda itu ingin mendekatinya, ia selalu mencari seribu alasan untuk pergi. Jika tidak bisa, ia akan menanggapi dengan dingin. Entah sampai kapan ia akan seperti ini terus. Di satu sisi, gadis ini menghargai perjuangan pemuda itu untuknya hingga datang ke Jepang. Namun, di sisi lain, karakter pribadi dan prinsip pemuda yang dipegang pemuda itu bukan seperti yang ia harapkan. Apakah ia akan memilih jalan untuk membohongi hatinya dengan menerimanya atau mengacuhkan orang yang mungkin benar-benar mencintainya Ia sadar kalau ini semakin mengusik pikirannya tapi ia juga tidak tahu harus berbuat apa karena hampir setiap hari ia selalu bertemu dengan pemuda itu.
***
Kesempatan untuk studi master ini adalah kali pertama baginya menginjakkan kaki ke negeri matahari terbit. Momen itu akan selalu ia ingat dalam hidupnya. Perjuangan panjang melamar beasiswa satu persatu dan menyiapkan berbagai prasyaratnya, sampai ke sana kemari untuk ikut berbagai tes, akhirnya kini semua itu terbayar. Cerita tentang Jepang yang sering disebut-sebut oleh orang, sampai kemudian terngiang-ngiang dalam pikirannya, kini bisa ia rasakan sendiri. Wajah sumringah Reyhan di hari-hari pertama kedatangannya di Fukuoka tak bisa disembunyikan.
Hiruk pikuk Fukuoka memang tidak sebising kota besar lain di Jepang. Jalur keretanya tidak serumit Tokyo. Fukuoka adalah kota kelima terbesar di Jepang dan menjadikannya tempat paling ramai di pulau Kyushu, pulau besar yang ada di selatan Jepang. Kota ini memang jarang jadi tujuan wisata bagi kebanyakan turis Indonesia jika dibandingkan kota lainnya seperti Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Itu mungkin disebabkan tidak adanya akses penerbangan langsung dari Indonesia ke kota ini. Kebanyakan harus melalui Tokyo atau Osaka bahkan Korea untuk transit sebelum menuju Fukuoka. Namun, itu semua tidak berarti Fukuoka tidak spesial dibandingkan kota lainnya. Ketika sudah merasakan kota ini, banyak orang yang jatuh cinta dengan ketenangan kotanya, deburan ombak di pantai-pantainya, lautan bunga di taman-tamannya, serta keramahan orang-orangnya. Benar, setiap kota di Jepang menawarkan kekhasannya sendiri-sendiri, begitu juga Fukuoka.
Selama enam bulan ke depan Reyhan akan tinggal di Asrama Kashiihama, sebuah asrama untuk mahasiswa asing Universitas Kyushu yang terletak di daerah Kashiihama, Higashi-ku, Fukuoka. Asrama itu terletak persis di depan sebuah sekolah dasar Koryo Elementary School. Bangunan asrama itu dari kejauhan memang tampak sudah berumur. Terlihat jelas dari kondisi fisiknya yang sudah termakan usia. Catnya sudah kusam dan gaya arsitekturnya pun tua. Di sudut-sudut bangunan mulai ditumbuhi cendawan yang membuatnya gelap dan menghitam. Kekokohan fisik bangunan telah lekang oleh kerasnya cuaca dari waktu ke waktu. Dari tiga bangunan, hanya gedung C saja yang tampak dibangun paling terakhir sehingga terlihat lebih baru dan modern dibandingkan gedung A dan B. Tidak seperti gedung C, gedung A dan B juga tidak dilengkapi fasilitas elevator. Hanya ada tangga biasa yang bisa dipakai untuk mencapai lantai 4 atau 5 di setiap gedungnya. Itu pasti cukup menyulitkan penghuninya, terlebih jika membawa barang-barang yang berat. Meski demikian, fasilitas asrama, seperti asrama Kashiihama, yang bisa dilamar sebelum kedatangan memang memudahkan para mahasiswa baru. Mereka tidak perlu berurusan dengan rumitnya menyewa apartemen di Jepang terlebih dulu.
Di awal Oktober, setelah semua calon mahasiswa baru datang, pihak Asrama mengadakan acara kebersamaan (gathering) untuk ajang saling mengenal sesama penghuni baru. Selain itu, pengelola asrama juga menjelaskan aturan yang harus ditaati selama tinggal di lingkungan asrama. Saat itu Reyhan baru tahu kalau ada rekan lain dari Indonesia di asrama itu. Ia berkenalan dengan Haekal dan Fandi, sesama mahasiswa master serta dua orang mahasiswa doktoral Pak Andang dan Pak Heru.
“Jadi kita beda-beda gedung ini ya?” Reyhan bertanya kepada empat orang yang lain.
“Aku di gedung C," ucap Fandi. "Kita sama ya Pak Andang?”
“Iya” Pak Andang mengiyakan.
“Oh gitu, aku di gedung B21. Kalau Haekal dimana?” Reyhan menanyai Haekal.
“Dapet di gedung C5, bareng sama Pak Heru. Ya sudahlah, nanti saling kunjung aja kita,” jawab Haekal.
***