Musim gugur baru mulai benar-benar tampak di akhir bulan Oktober atau awal November di bagian selatan Jepang. Kegerahan musim panas biasanya berangsur-angsur lenyap, berganti udara yang kian sejuk. Orang-orang sudah menyusun rapi baju tipis musim panasnya dan menyiapkan pakaian-pakaian yang lebih tebal. Musim ini biasanya jadi musim kedua yang banyak disukai orang, setelah tentunya musim semi dengan keindahan sakura yang jadi primadonanya. Namun, ada juga mungkin yang lebih suka musim gugur karena warna-warni daun momiji yang beragam seakan menyulap pemandangan taman dan jalanan tampak lebih segar dan hidup.
Daun-daun khas musim gugur, seperti pohon maple atau Acer palmatum berangsur-angsur berganti warna dari hijau lalu menjadi jingga kemudian memerah. Memang benar, pohon itu mungkin yang paling khas menggambarkan musim gugur, dengan daun merahnya yang menjari itu. Namun, tidak hanya itu saja. Ada nuansa kuning cerah dari dedaunan pohon Ginkgo yang bentuknya menyerupai kipas. Ada juga tambahan nuansa jingga dari pohon-pohon Poplars serta Japanese Elm yang biasanya ditata rapi menghiasi pinggir jalan-jalan raya. Semua itu melengkapi satu sama lain dan memberi kesan spesial di setiap musim gugur di Jepang.
Suasana keceriaan musim gugur tadi sayangnya tak bertahan lama. Ketika udara menjadi lebih dingin, daun yang berwarna-warni itu pun berguguran dilepas oleh ranting, meninggalkan pokok pohon meranggas seperti mati. Di musim dingin, panjang hari akan lebih pendek dari biasanya, yang berarti waktu gelap lebih panjang dari siangnya. Di Jepang, semakin ke selatan suatu daerah, termasuk kota Fukuoka, biasanya musim gugur dan musim dingin selalu datang lebih lambat sementara musim semi selalu datang lebih cepat.
***
Jam istirahat makan siang, Reyhan keluar dari pintu samping lantai 3 gedungnya. Saat pintu dibuka, angin dingin yang bertiup langsung menampar-nampar tubuhnya. Sensasi dingin yang hinggap di bagian tubuhnya yang diterpa angin langsung dengan cepat menjalar ke sekujur tubuh. Beruntung sebelum keluar ia mengenakan jaket cukup tebal untuk menghalaunya. Ia bergegas menuju parkiran, tempat sepedanya terparkir, lalu mengayuh sepedanya ke sebuah warung. Hari itu ia tidak membawa bekal makan siang jadi ia memutuskan untuk membeli sesuatu di kampus saja untuk mengganjal perutnya siang itu.
Warung yang ia tuju letaknya di tepi jalan, berdampingan dengan gedung International Center kampus Hakozaki. Tidak payah mencari warung itu, warnanya biru tua mencolok dan terbuat dari kontainer besi. Jaraknya hanya seratusan meter saja dari gedung 4 Fakultas Pertanian, tempat lab Reyhan berada. Warung itu dipanggil akrab di kalangan mahasiswa asing dan mahasiswa Jepang dengan sebutan warung Nabi-san. Nabi adalah nama pemiliknya, mungkin lebih lengkapnya Nabil. Namun, karena alfabet Jepang tidak memiliki huruf “L” maka kata Nabil punya dua pilihan untuk diucapkan, Nabi saja atau Nabiru. Tampaknya Nabi lebih mudah diucapkan daripada Nabiru. Tambahan akhiran -san yang umum digunakan sebagai bentuk penghormatan. Hal yang umum dipakai dalam bahasa lisan juga tulisan di Jepang. Mungkin itu sejarah singkat kenapa warung itu dinamai warung Nabi-san.
Brother Nabil sendiri, seperti umumnya beliau dipanggil di komunitas muslim, merupakan warga Suriah yang sempat menempuh studi di Jepang. Setelah lulus dari Universitas Kyushu, ia dan istrinya memutuskan membuka usaha warung halal itu. Saat dulu ia sekolah, belasan tahun yang lalu, komunitas muslim di Fukuoka masih sedikit dan makanan halal susah didapat. Berbekal pengalaman itulah, ia akhirnya memutuskan untuk mencoba bisnis makanan halal. Selain memanfaatkan peluang bisnis yang ada di depan mata, usahanya itu juga untuk membantu mahasiswa muslim untuk mendapatkan makanan halal dengan lebih mudah. Kini, Brother Nabil sudah jarang terlihat menjaga warung kecilnya di kampus Hakozaki itu. Ia sekarang sudah mempercayakan operasional warung itu pada pekerjanya, termasuk warga lokal Jepang. Sementara itu, ia mengurus bisnisnya di tempat lain.
Saat jam istirahat warung itu pun tidak terlalu ramai, kadang ada dua tiga orang antre menunggu makanan pesanannya. Reyhan datang kemudian memarkir sepeda miliknya di tempat parkir di taman kecil seberang persis warung itu.