Langit Cinta Kota Fukuoka

A. FADHIL
Chapter #6

Sebuah Pertemuan #3

Tanpa sepengetahuan Reyhan dan Yuka, ada seseorang yang ternyata memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi mereka saat ngobrol di ruang diskusi perpustakaan tadi. Entah kenapa rasa kesal makin bertambah-tambah dalam hatinya. Ia urungkan untuk makan siang di ruang diskusi perpustakaan siang itu. Hatinya meradang. Ia dan Yuka saat ini berada di satu lab di bawah bimbingan Prof. Miyamoto. Yuka adalah tujuan utama baginya berada di Jepang dan melanjutkan studi di kampus itu. Namun, beberapa waktu sejak ia tiba di Jepang, ia justru merasakan sikap Yuka berubah. Dengan alasan yang menurutnya tak jelas, Yuka tampak dengan sengaja selalu berusaha menghindar darinya. Mereka sudah jarang ngobrol berdua lagi di lab atau di luar saat makan siang seperti awal saat ia tiba dulu. Respon dan gaya bicaranya juga dingin, tidak seperti dulu. Laki-laki ini bertanya-tanya dan sampai saat ini belum mendapat jawaban dari terkaannya sendiri maupun dari Yuka.

Pemuda itu bergeming dengan niat awalnya tapi ia sadar maksud hatinya kini berkejaran dengan waktu karena masa studinya yang sebentar. Namun, kini angin pun tampak tak berpihak padanya. Berkali-kali ia hendak mencoba berbicara dengan Yuka, orang yang hendak ia ajak itu sudah lebih dulu memalingkan diri. Terlalu cepat baginya untuk menyerah. Pelan-pelan ia akan coba cari tahu apa yang membuat Yuka menjadi demikian, termasuk jika itu karena adanya orang lain termasuk Reyhan yang ia lihat hari ini. Mungkin saja mereka akan jadi akrab setelah perkenalan saat makan siang itu. 

“Sialan anak yang baru masuk beberapa bulan lalu itu. Mau apa dia sampai makan bersama Yuka hari itu. Ini bisa menambah runyam masalahku dan merusak semuanya. Ia datang di saat hubunganku dengan Yuka sedang di ujung tanduk,” umpat pemuda itu dalam hati.


***

Adian mendapatkan waktu yang pas untuk mengajak Yuka ngobrol. Yuka sulit sekali untuk ditemui akhir-akhir ini. Ia seperti sengaja menghilang. Siang itu ia melihat Yuka sedang terlihat menekan-nekan tombol di mesin fotokopi lab di lantai 4 yang sepi. Adian datang mendekati.

“Yuka, boleh kita bicara sebentar?” Adian itu cukup membuat Yuka terkejut.

Yuka terkejut mendengar permintaan itu. Ia mencoba tidak menatap ke arah wajah Adian melainkan melihat ke arah kertas-kertas yang keluar dari mesin fotokopi.

“Bicara tentang apa?” Yuka bertanya balik ke Adian dengan nada datar.

“Apakah aku melakukan sesuatu yang salah denganmu akhir-akhir ini? Kenapa kamu terlihat menghindar? Kamu sengaja menghindar dariku kan?”

Yuka tampak terdiam sejenak. Tatapan dan perhatiannya teralihkan oleh suara kertas yang keluar dari mesin fotokopi. Ia mengambilnya lagi. 

“Aku merasa tidak nyaman. Banyak yang berbeda darimu. Itu saja,” ujar Yuka dingin.

“Misalnya apa?”

“Kamu seharusnya lebih tahu,” jawab Yuka ketus.

“Yuka, kamu tahu kan aku menyukaimu dan kamu juga pasti tahu mengapa aku di sini sekarang.”

Muka Yuka langsung bingung. Ia tidak menyangka Adian akan mengucapkannya hal itu secara jelas seperti tadi.

“Kalau aku salah, beritahu aku. Aku bisa memperbaikinya.”

“Maaf, aku harus kembali,” ucap Yuka sedikit gelapan. Ia ingin sesegera mungkin menyudahi kesempatan Adian yang seakan sedang mengintrogasinya itu. Selain itu, untuk pertanyaan tadi, ia sebenarnya juga tidak siap dengan jawaban yang bisa dengan mudah ia sampaikan pada Adian.

Yuka dengan agak tergesa pergi sambil mendekap buku catatan dan kertas-kertas fotokopiannya. Adian harusnya sadar betul mengapa ia tidak nyaman berada di dekatnya. Meski kekecewaan Yuka pada sikap Adian sudah muncul bahkan tidak lama saat Adian datang ke Jepang tetapi puncaknya adalah setelah kejadian selepas bonenkai (pesta akhir tahun) di lab tahun lalu. Sejak itu, rasanya Yuka tak ingin melihat wajah Adian lagi. Bahkan kata maaf pun sama sekali ia tidak dengar dari Adian.

Bagi Adian, Yuka membuat masalah menjadi rumit. Mengapa ia tidak bisa terus terang saja apa yang membuatnya tidak nyaman atau apa yang menurutnya berubah dari dirinya selama ini. Rasa-rasanya tidak ada tetapi tanda tanya di kepala Adian masih belum terpecahkan. Ia berusaha mengingat-ingat lagi kapan Yuka mulai menjauhi dirinya. Mungkin ia bisa menemukan jawabannya di sana. Ia benar-benar seperti memecahkan teka-teki yang rumit.


Lihat selengkapnya