Yuka yang sedang mengenakan baju hangat menyibak gorden apartemennya, ia seakan-akan menikmati ketika butiran salju melayang di udara kemudian jatuh ke tanah. Hari libur itu, ia mengurungkan niat untuk ke luar apartemennya karena enggan kedinginan.
Tak lama, sebuah pesan masuk ke ponsel Yuka. Pesan itu dari sebuah nomor yang ia kenal dan tersimpan di daftar kontaknya. Hina, sahabat akrabnya ketika SMA.
“Yuka, bagaimana S2-mu? Aku dengar Maret ini kamu akan wisuda ya?"
Membaca isi pesan itu, Yuka langsung menelpon nomor itu.
“Hina. Apa kabar?” Wajah Yuka tampak sumringah. “Iya, aku akan wisuda tanggal 22 Maret ini. Tinggal mengurus beberapa syarat administrasi untuk wisuda.”
“Aku ikut senang mendengarnya. Aku juga punya kabar gembira. Perusahaan tempat kerjaku menyetujui kepindahanku dari Kyoto ke Kitakyushu jadi aku akan pulang ke Kitakyushu di akhir Maret ini juga.”
“Wah selamat. Aku juga diterima di salah satu perusahaan konsultan di Kitakyushu. Kita bisa sering ketemu lagi ya,” ujar Yuka gembira.
“Oh ya? Wah aku tak menyangka kita bisa sama-sama lagi.”
“Iya, kebetulan sekali ya. Teman sekelas kita apa ada yang masih di Kitakyushu?”
“Ada, seingatku. Aku coba tanya di grup kelas kita. Yuka, sampai nanti ya. Kabar-kabari kalau sudah di Kitakyushu nanti.”
“Oke Hina, sampai ketemu nanti.”
***
Memori musim dingin yang cukup berbeda dirasakan oleh Reyhan tahun keduanya di Fukuoka. Hari itu, ia menyaksikan salju berguguran dari langit lebat sekali sepanjang hari hingga keesokannya. Saking lebatnya, salju itu sampai bertumpuk-tumpuk semata kaki orang dewasa di jalan-jalan. Atap rumah-rumah berselimut putih. Sesuatu yang sangat jarang di Fukuoka sampai-sampai banyak moda transportasi darat yang terganggu. Saat-saat seperti itu, orang-orang harus sangat berhati-hati berkendara karena tumpukan salju membuat jalan menjadi licin. Bukan hanya untuk mobil dan motor, bersepeda bahkan berjalan kaki pun rawan terpeleset. Meski demikian, tidak seperti hujan, walaupun salju turun lebat, orang masih bisa menerobos guguran hujan salju tanpa khawatir basah kuyup. Fenomena itu, oleh beberapa kantor berita Jepang, disebut-sebut yang terlebat selama 40 tahun terakhir di Fukuoka.
Reyhan tidak terlalu suka musim dingin. Ia cukup dengan menikmati dari dalam apartemennya dan memilih menghabiskan waktu sambil membuka media sosial untuk mengunggah sesuatu. Dari media itu, ia juga hendak melihat kabar dari teman-temannya. Semuanya punya jalan hidup masing-masing, sama halnya dengan ia sendiri. Ia rencananya akan membagikan beberapa kartu pos yang ia beli saat mengunjungi beberapa spot wisata di Fukuoka, seperti Uminonakamichi, Fukuoka Tower, Saga Balloon Festival, Dejima, serta kampusnya sendiri, Universitas Kyushu. Ia menata beberapa kartu pos di atas tikar tatami kamarnya, memotretnya, dan kemudian mengunggah foto itu di laman media sosialnya. Di bawah foto yang diunggah, ia sisipkan keterangan bagi yang ingin mendapatkan kartu-kartu pos itu.
Budaya berkirim kartu pos atau surat pribadi di Indonesia sudah pudar. Perkembangan zaman membuat orang lebih senang berkirim pesan singkat via ponsel. Semua serba praktis dan instan. Di Jepang pun demikian, hanya saja budaya berkirim kartu ucapan fisik masih terjaga, biasanya pada waktu tertentu. Akhir tahun lalu, Reyhan masih menerima kartu ucapan selamat Tahun Baru (nengajo) dari Dr. Miura, assistant Professor di labnya, padahal hampir setiap hari bertatap muka di kampus. Kotak pos masih sangat terawat di Jepang sehingga untuk mengirim surat melalui JapanPost tidak perlu harus datang ke kantornya. Orang cukup memasukkan ke kotak pos yang ada di pinggir jalan sekitar perumahan. Umumnya kotak pos itu dicat merah dengan berbentuk kotak. Mungkin agar mudah ditemukan.
Sebuah postingan telah terunggah di laman media sosialnya. Ada sepuluh kartu pos yang rencananya akan ia kirimkan gratis untuk teman-temannya di Indonesia. Ia menyisakan satu buah untuk dikirim langsung pada adiknya di rumah tanpa memberitahu sebelumnya. Biaya kirim masing-masing kartu pos hanya 72 yen, tidak sampai delapan ribu rupiah. Lumayan terjangkau jika dibandingkan berapa ribu kilometer kartu itu akan dikirimkan dan sampai ke penerimanya. Tidak lama setelah diunggah, ada banyak yang tertarik untuk mendapat kartu pos gratis itu. Ada dari adik kelasnya semasa SMA, ada juga teman lamanya selama di kampus dulu, lainnya beberapa orang yang ia tidak kenal dekat, hanya berteman dari media sosial saja. Bagi yang beruntung terpilih, ia hanya menyampaikan bahwa tidak ada garansi kartu pos ini akan sampai. Mungkin terselip, tercecer, atau terbuang. Dari biaya kirimnya yang murah itu, tidak bisa berharap banyak memang, apalagi jika lintas negara. Belum tentu di negara tujuan memiliki perhatian khusus untuk kartu pos seperti di Jepang. Reyhan juga mendapat cerita dari beberapa orang yang pernah mengirim kartu pos sebelumnya bahwa kartu-kartu pos yang mereka kirim dari Jepang bisa sampai dalam seminggu, dua minggu, bahkan sebulan. Namun ada juga yang tidak kunjung sampai meskipun sudah berbulan-bulan.
***
Ponsel berdering, sebuah notifikasi muncul. Ada pesan masuk dari Fandi. Reyhan ditambahkan ke grup 18 Kippu Trip (seishun juu-hachi kippu) sebuah istilah untuk tiket kereta lokal yang dikeluarkan oleh perusahaan kereta Jepang (Japan Railway), biasa disingkat JR. Arti harfiahnya adalah tiket anak muda 18. Memang terdengar sedikit aneh. Dari namanya, tiket ini seperti hanya diperuntukkan untuk anak muda tapi sebenarnya tiket tersebut adalah jenis tiket yang dikeluarkan JR pada periode musim tertentu untuk semua umur, bukan hanya anak muda, dan bukan hanya untuk warga lokal Jepang. Setiap tahun 18 kippu dijual di tiga musim yaitu di musim semi, musim panas dan musim dingin. Biasanya ada periode tertentu untuk membeli tiket dan juga untuk menggunakannya dan tempat membelinya bisa di stasiun-stasiun JR.
Fandi tampak sedang mengetik sesuatu dalam grup obrolan itu.
“Hai semua, maaf sebelumnya tidak minta izin untuk dimasukkan ke grup ini. Kalau nanti tidak berminat, silakan keluar aja ya, tidak apa-apa. Jadi, ini adalah grup untuk trip 18 kippu. Apa itu 18 kippu, silakan cek tautan ini aja ya untuk detailnya. Kalau yang aku baca dan tanya ke teman ini cara yang murah meriah keliling Jepang. Ya, sebenarnya bukan keliling dalam arti sebenarnya sih. Intinya untuk jalan-jalan. Memang lebih lama kalau dibandingkan dengan Shinkansen tapi kalau niatnya untuk menikmati perjalanan ini asli keren dan patut kita coba.” Dari tulisannya Fandi terlihat semangat.