“Saya ingin mengenalkan seseorang, ini mungkin awal dari program kita kemarin. Orangnya sekarang sudah menunggu di ruangan saya.”
Imam Omar menyapa Reyhan selepas salat.
“Terima kasih sudah menunggu, ini adalah Brother Matsumoto. Alhamdulillah dia telah bersyahadat pekan lalu. Ia seorang mahasiswa di Universitas Fukuoka dan berencana meneliti tentang keberadaan Masjid Fukuoka dan dampaknya untuk literasi Islam pada masyarakat sekitar.”
“Assalamualaikum, saya Reyhan. Mahasiswa Universitas Kyushu asal Indonesia.”
“Brother Matsumoto, ini Reyhan yang akan menjadi teman diskusi untuk Islam dan juga mungkin bisa membantu tentang apa yang dibutuhkan di riset.”
“Salam kenal, saya Matsumoto. Mohon bantuannya.” Matsumoto menyambut tangan Reyhan yang ingin menjabatnya.
“Insyaallah saya akan coba bantu sebisa saya.”
“Terima kasih banyak Imam Omar dan Brother Reyhan,” ujar Matsumoto.
Setiap kali Reyhan melihat seorang anak muda yang menjadi muslim ia selalu kagum. Mereka yang memilih menjadi muslim pasti akan menemui banyak hal yang dulu bisa dilakukan sekarang tidak. Berbeda dengan yang sudah terlahir sebagai muslim, mereka mungkin tidak perlu meninggalkan banyak hal karena sejak dini di lingkungannya memang tidak menemukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu, menjadi seorang muslim di negara seperti Jepang seperti memilih jalan yang sepi dan tidak semarak apalagi jika tidak ada pula yang akan mendukung dan menguatkan.
Setelah dipersaudarakan oleh Imam Omar, Matsumoto dan Reyhan banyak berkomunikasi dan sesekali bertemu untuk berdiskusi. Matsumoto memperlihatkan ketertarikan untuk tahu lebih jauh tentang Islam dan merasa sangat cocok dengan Reyhan. Ia mendapatkan penjelasan yang mudah dipahami untuk orang yang baru belajar. Reyhan juga mengerti bahwa proses seseorang untuk melakukan kewajiban itu tidak bisa sekaligus tapi bertahap dan pelan-pelan sembari mempelajari hikmah dibaliknya agar keyakinan semakin kokoh.
“Brother Reyhan, aku ingin mengundang untuk makan salah satu restoran udon terbaik di Fukuoka, Itoshima-Udon. Kebetulan lokasinya dekat dengan rumahku dan aku sudah pastikan ke pemiliknya bahwa komposisinya aman untuk muslim. Pekan ini apa sibuk?” Matsumoto mengirim pesan pada Reyhan.
“Wah tawaran yang menarik. Insyaallah pekan ini bisa. Sabtu sore jam 3 bagaimana? Jangan lupa kirimkan lokasinya.”
“Baiklah kalau begitu, sampai ketemu di sana.”
***
Riak-riak kecil gelombang menghantam pondasi konkrit pelabuhan itu. Sekilas pandang, tempat itu seperti bukan di Jepang karena di sekitarnya dipenuhi bangunan megah bergaya Eropa. Yuka baru saja sampai di tempat itu dan ia masih menunggu jawaban Hina. Mereka berjanji bertemu di sebuah tempat di area itu, Mojiko Retro. Hina yang mengusulkan untuk bertemu di tempat itu.
“Aku sudah ada di restoran. Aku menunggumu di sini.”
Sebuah pesan masuk dari Hina. Yuka lalu mengayun langkah menuju ke sebuah restoran yang dimaksud itu, restoran yang paling terkenal dengan masakan karinya.