Langit Cinta Kota Fukuoka

A. FADHIL
Chapter #29

Patah dan Tumbuh #1

Brother Reyhan, ada waktu? Bisa ke ruangan sebentar.”

Reyhan mengangguk.

“Begini Brother Reyhan, ada seorang perempuan Jepang yang sempat bersyahadat di Masjid ini kemarin mengirim pesan dan bertanya apakah Islam memperkenankan jika ia menikah dengan seorang yang melamarnya tapi calon suaminya bukan seorang muslim?”

“Imam pasti lebih mengerti, setahu saya pernikahan dalam Islam mensyaratkan kedua mempelai adalah muslim dan muslimah.”

“Betul, tapi bukan masalah fikih yang ingin kita bahas disini Brother Reyhan dan jawaban tidak sesederhana boleh atau tidak.”

“Aku tidak mengerti Imam.”

“Apakah kamu ada rencana menikah?”

“Tentu!”

“Apakah sudah ada calonnya?”

Reyhan terdiam sejenak.

“Belum, rencananya setelah semua hal ini beres dan bisa kembali ke Indonesia dengan lancar aku akan memikirkan hal itu.” Dalam benak Reyhan masih terlintas gadis yang dulu sempat ia sukai.

“Dengar baik-baik Brother Reyhan, perempuan ini adalah seorang yang baik dan kamu pun mengenalnya. Ia ikut membantumu ketika kamu difitnah dalam kasus Matsumoto kemarin.”

“Siapa?”

“Setahuku perempuan ini bernegosiasi dengan pihak kampus melalui Asosiasi Alumni dan KUFSA agar pencabutan status mahasiswamu ditangguhkan sampai putusan hakim atas tuduhan yang menimpamu keluar. Pihak kampus menyetujui itu. Ia adalah Yuka Nakamura. Dialah yang datang dan menanyakan pertanyaan tadi. Ia datang dalam keadaan bingung karena ada seorang laki-laki, teman sekolahnya dulu yang mengajaknya menikah dan berjanji kalau ia tidak akan memaksanya untuk meninggalkan agama yang sudah ia pilih namun laki-laki juga menyatakan tidak bersedia untuk menjadi seorang muslim.”

Tidak ada tanggapan dari Reyhan. Ia baru sadar mengapa Imam Omar menanyakan masalah ini padanya.


“Coba kamu istikharahkan dan aku tunggu jawaban darimu seminggu lagi. Aku tidak menjanjikan apapun pada perempuan itu. Aku sudah menjawab pertanyaannya menurut fikih dalam ajran Islam namun aku ingin memberikan jawaban dari lebih sekadar tidak boleh karena mungkin bukan itu yang sebenarnya ia hendak dapatkan. Sudah, itu saja. Pulanglah sekarang. Oh ya terakhir, bagaimana dengan kelanjutan rencanamu di Jepang? Apakah izin tinggalmu ada masalah?”

“Tidak. Prof. Yamada bersedia menjadi penjamin selama beberapa bulan sampai urusanku beres atau sampai aku bisa mendapatkan kepastian dapat bekerja di sini. Alhamdulillah, pekan depan ada undangan wawancara dari salah satu perusahaan di Fukuoka. Sebenarnya ini juga atas rekomendasi dari Prof. Yamada. Beliau begitu baik. Insyaallah, sepertinya saya akan coba itu dulu”.

Alhamdulillah, tidak jadi langsung lanjut S3 berarti ya?”

“Sepertinya tidak, hati saya belum mantap untuk lanjut S3 kembali di sini tapi mungkin jika kesempatan ada kesempatan kerja di sini saya akan pertimbangkan karena bisa membantu menyekolahkan adik yang sedang butuh biaya untuk masuk kuliah.”

Barakallahu fik. Semoga Allah memberkatimu. Baiklah semoga Allah melancarkan jalanmu. Sampaikan kalau ada yang bisa saya bantu ya.”

Aamiin. Insyaallah Imam Omar, jazakallahu khoir.” 

Imam Omar hendak beranjak dari kursinya.

“Tapi, mengapa Imam menanyakan ini padaku padahal mungkin meskipun aku menjawab bersedia, Yuka justru mungkin menolak dan keberatan.”

“Saya senang kamu menanyakan ini. Brother Reyhan, kalau kita bicara tentang perempuan, umumnya mereka adalah makhluk yang diberikan Allah rasa sungkan yang besar untuk mengungkapkan perasaan mereka pada lawan jenis. Jauh lebih mudah jika di hadapan mereka hanya ada dua pilihan yaitu menerima atau tidak. Sementara itu bagi laki-laki, hal itu bukan sesuatu yang biasanya sulit meskipun dalam Islam harus diatur dalam koridor-koridor yang benar. Bagaimana menurutmu?”

“Iya benar, tapi ini juga artinya walaupun saya bersedia, belum tentu akan diterima juga kan?”

“Ya, benar. Maukah kamu berkorban sedikit untuk suatu niat yang baik? Kalau jodoh insyaallah akan dimudahkan dan jikapun tidak semoga Allah pasangkan kalian dengan pasangan yang tepat dan baik.”

“Aamiin. Semoga ini benar jalan yang terbaik.”

“Bagaimana?”

Brother Reyhan, saya sama sekali tidak ingin memberatkanmu. Jika kamu cukup yakin, kamu bisa bilang tidak saat ini juga dan proses ini tidak perlu kita lanjutkan. Ini salah satu keputusan penting dan semuanya ada pada dirimu. Saya bisa tenang karena setidaknya saya sudah melakukan hal yang bisa saya lakukan, memberi jalan keluar lain selain mengatakan ya atau tidak.”

Reyhan tertunduk. Ia mencoba mengumpulkan alasan untuk membuat mulutnya mengatakan tidak tapi hati dan perasaannya berusaha sebaliknya. Pergumulan dalam benaknya itu setidaknya seimbang yang membuatnya membisu beberapa saat.

Brother Reyhan, are you okay?” 

Lihat selengkapnya