Langit dan Adel

Rahmah Mia Amanda
Chapter #4

BAB 4. Pindah Rumah

"KALIAN NGGAK BOLEH PERGI DARI RUMAH INI!" teriak Papa Adel saat istri, anak, dan menantunya membawa banyak koper dan tas. Mereka sudah berkumpul di ruang tengah dan sudah sangat siap untuk pergi dari rumah ini.

Adel, Ervan, Ayra, dan Mama Sindi tidak menghiraukan teriakan Willy. Mereka tetap berjalan untuk keluar dari rumah, tetap pada pendirian mereka untuk meninggalkan rumah yang sudah tidak bisa disebut sebagai rumah. Hidup bersama laki-laki yang sudah gagal menjadi seorang suami dan seorang ayah.

"Kalau sampe Mama nginjakin kaki keluar dari pintu itu, kita CERAI!" ancam Willy pada istrinya.

Mama Sindi tersenyum miring. "Itu yang Mama pengin dari dulu. Oke, akhirnya … kita cerai."

Adel dapat mendengar teriakan papanya yang seperti frustasi akan ditinggal semua keluarganya. Adel peduli? Sedikit, apalagi karena selama ini ia memang lebih dekat dengan sang papa, jelas karena ia mendapat semua uang untuk kesenangannya selama ini.

"Kalo Kamu ikut Mama, berarti papa berhenti kasih uang ke kamu, Adel!" kata Papa Adel--Willy Kendrick.

Adel yang sudah mengemasi semua barang-barangnya dan sedang berjalan di sebelah mamanya pun terdiam. Pintu rumah sudah terbuka lebar, siap menghantarkan Adel meninggalkan rumah ini.

Bingung. Itulah yang Adel rasakan saat ini. Di sisi lain, ia kecewa karena papanya sudah menghianati mama, tapi Adel juga masih butuh uang papanya. Realistis saja, Adel juga butuh banyak uang, apalagi untuk menuruti keinginan-keinginannya yang kebanyakan mahal.

"Uang keperluan lo, gue yang tanggung! Bahkan lebih dari yang papa kasih," kata Kak Ervan dengan cepat dan tegas sebelum Adel terpengaruh oleh papa.

Adel masih bingung, kalau ia ikut papa, hidupnya akan terjamin, tapi ia pasti akan merindukan mamanya. Adel terdiam, pilihan memilih antara ikut papa atau mama ketika keduanya berpisah adalah hal yang selalu menjadi keputusan tersulit bagi seorang anak broken home, begitu juga dengan Adel. Kenapa hal semembingungkan ini harus terjadi pada Adel, perempuan yang sebelumnya selalu sibuk bersenang-senang.

"Ikut sama mama aja ya?" kata Mama Sindi membuat Adel memejamkan matanya. Memikirkan keputusan mana yang terbaik untuknya.

"Ikut Papa kan, Del?" tanya Papa yang membuat Adel membuka mata sambil menghela napas. Adel menatap sang papa dan mama secara bergantian, keduanya sama-sama berhadap padanya untuk ikut ke masing-masing.

"Kalo aku udah bisa hidup sendiri, aku bakal lebih milih nggak ikut dua-duanya. Tapi untuk sekarang, Aku lebih milih ikut … Mama," putus Adel lalu menggandeng tangan mamanya keluar dari rumah.

"Ayo, Ma!" ajak Adel. Beruntung otak kecilnya masih bisa diajak berpikir dengan baik, kalau yang paling ia butuhkan adalah sosok seorang ibu. Hal itu membuat Kak Ervan an Ayra saling lirik dan tersenyum tipis, pasalnya mereka berdua sempat khawatir Adel akan lebih memilih ikut papa.

Adel melangkahkan kaki keluar dari rumah mewah tersebut bersama Mama Sindi, Ayra, dan Kak Ervan. Menghiraukan teriakan papanya yang meminta ia untuk tetap tinggal di sini. Menulikan telinga dengan berbekal kepercayaan pada sang mama dan kakak. 

Semoga ini keputusan yang tepat. Entah bod*h atau apa, Adel rela meninggalkan harta yang selama ini selalu ia banggakan dan selalu menjadi kekuatannya untuk berkuasa di sekolah, demi ikut dengan sang ibu.

<<<•>>>

Adel memandangi rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya setelah mamanya mengajukan cerai dengan papa. Rumah Ayra, lebih tepatnya rumah yang Ayra sewa. Rumah kecil, usang, dan sumpek yang sangat membuat Adel kegerahan sebelumnya, malah akan menjadi tempat tinggalnya entah sampai kapan.

"Emang Kak Ervan nggak ada duit apa? Kenapa harus numpang di rumah Ayra?" tanya Adel yang dijawab gelengan kepala dari sang kakak dengan raut wajah yang terlihat menyesal.

"Gue baru aja rugi, kan perusahaan gue putus kerja sama sama Papa. Harus irit kalo masih mau hidup," jawab Kak Ervan.

Lihat selengkapnya