“Sayang, makan yuk!” ajak Mama Sindi memasuki kamarnya dan Adel. Adel yang mukanya masih masam bagaikan disiram air asam seember pun mengangguk, ia juga lapar. Tidak tertinggal pula helaan napas dari Adel, sudah tidak bisa seperti di rumah lama yang tinggal teriak, nanti bibi akan langsung mengantarkan makanan ke kamarnya.
Ketika Adel duduk di ruang makan yang sangat sederhana itu, Mama Sindi tersenyum, setidaknya keputusannya untuk tinggal di rumah ini membuat Adel mau makan bersama di ruang makan. Hal yang jarang, bahkan sulit sekali Mama Sindi temui di rumah lama mereka.
“Mobil Gue dianterin ke sini kapan, Kak?” tanya Adel saat ia sedang diambilkan makan oleh mama Sindi. Kalau di rumah lama pasti sudah menolak, memilih diantarkan saja ke kamar.
Kak Ervan yang sedang menerima piring dari Ayra pun menyergitkan alisnya. “Mobil itu dari Papa, Mintanya ke papa sana."
"Lah? Kalo Gue mau pergi-pergi gimana?" tanya Adel sedikit ngegas. Mana bisa Adel berbicara tidak ketus, apalagi untuk hal-hal yang memancing emosi seperti ini.
Kak Ervan mengedikkan bahunya. “Ya terserah lo, gue anterin sama jemput kalo sekolah doang. Oh iya, uang jajan lo udah gue transfer.”
Ekspresi Adel berubah menjadi sumringah seraya mengambil ponsel dari saku celana pendeknya. Dalam sepersekian detik wajah Adel langsung berubah masam lagi saat melihat nominal di m-bankingnya.
“Kok ucma segini?” protes Adel.
“Udah banyak itu, enam juta tuh banyak. Nggak usah boros, hidup lo udah bukan yang bisa habisin puluhan juta sehari,” ucap Kak Ervan. Kan ini memang tujuannya, ingin mengubah sifat buruk Adel.
Adel memulai makannya dengan sendok yang dihentak-hentakkan hingga menimbulkan suara keras, apalagi saat Ervan menanyakan mau berapa banyak uang bulanan untuk mamanya. Kenapa ia sudah dipatenkan segitu, sedangkan mama diberi kesempatan untuk meminta.
“Enam juta itu banyak, Del. Coba deh kamu cari uang enam juga dalam sebulan? Emang bisa? Syukuri apa yang ada sekarang karena masih banyak banget orang yang lebih susah dari kita,” nasehat Mama Sindi. Karena pada dasarnya kelakuan Adel kaya set*n, dinasehati malah semakin kesal dan mencak-mencak meninggalkan ruang makan.
~~~~~
Malam sudah larut, tapi tidak menghalangi semangat Langit untuk terus mencari rupiah. Langit masih menggarap desain cover buku pesanan salah seorang penulis, bukan hanya satu, tapi tiga cover dan harus Langit selesaikan dengan cepat sebelum ia ditagih biaya kost-an.
“Bentar lagi,” monolog Langit menyemangati diri sendiri saat matanya sudah terasa mengantuk tapi satu cover belum rampung sempurna.
Penulis yang memesan ini tidak membebankan Langit untuk cepat-cepat selesai, tapi Langit sendiri yang besok sudah harus membayar biaya kost. Karena seperti biasa, setiap selesai baru Langit akan menerima bayaran, Langit tidak suka biaya di muka.
“Tidur Ngit! Besok sekolah,” ucap teman kost Langit yang melintas di depan kamar Langit yang pintunya terbuka. Langit yang sengaja membukanya, gerah euy karena kipas anginnya rusak.
“Bentar lagi ini,” jawab Langit yang masih fokus dengan layar tabletnya.
“Sekali-kali nunggak bayar nggapapa kali Ngit, nggak harus tepat waktu banget bayarnya, ibu kost galak mah udah biasa,” kata teman kost Langit tersebut.
Langit menghela napas. “Nggak enak gue, masa nunggak sih.”
“Sekali doang, daripada jam segini lo belum tidur.” Teman langit itu sudah tidur tapi terbangun karena ingin ke kamar mandi yang letaknya melewati kamar Langit.
“Iya iya,” jawab Langit.
Langit menutup pintu kamar dengan kakinya, lalu melanjutkan pekerjaannya. Langit tidak makan dari omongan teman, makanya ia akan terus bekerja selagi ada yang job. Biaya hidupnya tidak ditanggung oleh BP*S.
Desain cover tersebut selesai pukul satu malam, saat itu pula Langit langsung tertidur. Besok pagi ia akan mengirimkan desain ini, karena kalau malam-malam begini kurang sopan.
Langit tidur dari pukul dua dini hari sampai pukul setengah enam. Iya, Langit kesiangan untuk solat subuh.
Setelah melaksanakan ibadah dua rakaat yang kesiangan itu, Langit mulai bersiap ke sekolah. Tidak setiap malam kok Langit begadang, hanya saat ada pekerjaan dan mepet harus bayar kost.
“Ngantuk banget,” keluh Langit seraya mengeluarkan motor sportnya dari dalam garasi kost-kost-an.