Langit dan Adel

Rahmah Mia Amanda
Chapter #7

BAB 7. Berteman?

Menunggu sekitar setengah jam, suasana di luar sudah mulai sepi dan agak tenang. Tadi itu sangat kacau, terdengar suara orang berkelahi dan yang paling mengejutkan adalah ada suara tembakan juga. Membuat Adel semakin takut saja, semakin membayangkan sekacau apa di luar aula ini. 

Pintu utama aula dibuka dari luar membuat semua atensi warga sekolah yang diamankan di sana menoleh, salah satu cowok berjaket Atlansa masuk dan mengumumkan kalau keadaan sudah aman. Disusul pula oleh guru BK yang mengumumkan kalau sekarang semua murid boleh pulang. Sekolah sudah kacau dan tidak akan kondusif kalau kegiatan belajar mengajar dilanjutkan. 

Adel menjadi salah satu dari ratusan murid yang merasa lega. Belum sepenuhnya lega karena ia belum tau kabar Ayra dan... Langit? Bukan, tapi Galen. Galen adalah ketua Atlansa, pasti cowok itu melakukan apa saja untuk melindungi anggotanya.

Adel mengambil tasnya di kelas lalu keluar dari area sekolah. Dapat dilihat kalau area depan sekolah sangat berantakan, kaca jendela pecah, batu dan benda-benda banyak yang berserakah, dan gerbang yang sudah roboh. Adel menghampiri anak-anak Atlansa karena tidak melihat Ayra dan kakaknya di sana. Katanya tadi Kak Ervan sudah kemari tapi tidak terlihat juga. Hanya ada polisi dan inti Atlansa yang sedang meringkus pembuat onar di sekolah milik kakak Adel ini.

"Ayra mana?" tanya Adel pada anak Atlansa begitu sampai di dekat mereka.

"Dibawa ke rumah sakit, pendarahan. Ini kita mau nyusul," jawab Keyna. Mereka akan menyusul setelah selesai dimintai keterangan oleh polisi.

Seketika Adel jadi cemas, tanpa mengucapkan terima kasih atau apapun ia berlari ke depan sekolah. Mencari taksi yang sayangnya tidak ada yang melintas, mungkin takut karena mendengar ada tawuran di sekolah ini. Di jalan yang sesepi ini, Adel harus apa?

"Hallo, Ma. Ayra masuk rumah sakit," kata Adel yang memutuskan untuk menelepon mamanya. Yang pastinya dibalas ucapan khawatir dan cemas mama Sindi.

"Iya, Ma. Aku tunggu ya," ucap Adel saat Mama Sindi berkata akan naik taksi ke sekolah Adel lalu mereka ke rumah sakit.

Saat sedang duduk di halte, Adel melihat anak Atlansa dengan motor-motor besarnya meninggalkan sekolah, Adel tebak mereka akan ke rumah sakit untuk ikut memastikan kondisi Ayra pasca penyerangan sekolah ini. Setia kawan sekali mereka, jadi iri.

Mata Adel tidak sengaja melihat ke punggung Langit begitu motor Langit melintas, di balik seragam dan jaket hitam Atlansa itu pasti ada luka karena melindunginya tadi. Haruskah ia memastikan kondisinya?

"Ngapain gue pikirin, kan itu musuh mereka juga. Tanggung jawab mereka lah," kata Adel menggelengkan kepalanya dengan cepat. Menyadarkan diri sendiri untuk tidak terlalu memedulikan cowok tersebut.

Menunggu sekitar sepuluh menit, taksi berhenti di depan halte tempat Adel duduk. Kaca mobil terbuka dan mama Sindi menyembulkan kepalanya, “Ayok!”

Adel mengangguk lalu masuk ke dalam taksi. Rumah sakit terdekat dan terbaik dari sini itu Rumah Sakit Pradipta, jadi Mama Sindi dan Adel berpikir kalau Ayra dibawa ke sana. Tidak mungkin Kak Ervan membawa Ayra ke rumah sakit biasa, pasti yang berkelas dan pelayanannya terjamin.

*****

Di Rumah Sakit Pradipta.

Langit dan teman-temannya sedang membantu orang-orang yang menjadi korban, rata-rata anggota Atlansa yang ikut melawan. Kalau dari siswa hanya satu atau dua orang saja.

"Lo kenapa megangin punggung mulu?" tanya Zidan saat baru saja membantu mendorong brankar salah satu anggota Atlansa yang pingsan. Kebetulan ia berada di dekat Langit, yang lain juga ada di sini tapi lumayan berjarak. Zidan melihat Langit yang sesekali memegangi dan punggungnya.

Langit yang berdiri di sebelah Zidan pun menggelengkan kepalanya. “Nggak kenapa-napa.”

Lihat selengkapnya