Langit dan Adel

Rahmah Mia Amanda
Chapter #10

BAB 10. Pembuli yang Dibuli

Sejak langkah kaki pertama di sekolah hari ini, Adel sudah dicegat saja oleh dua mantan temannya. Shafaa dan Alya sudah berdiri di dekat mobil Adel terparkir. Mobil Kak Ervan lebih tepatnya, karena ia sudah tidak mau memakai mobil pemberian papanya, tentang barang=barang baru itu real semua, meskipun mobil ini termasuknya bekas karena sudah pernah dipakai kakaknya. 

"Ada anak napi nih," sambut Shafaa. Langsung se-to the point itu kah sambutan nyelekit untuk Adel? Adel pun tidak bisa menjawab apa-apa karena ucapan Shafaa benar.

Adel yang pada dasarnya bermental keras pun tidak menunduk sama sekali, ia bukan murid cupu yang dibentak sedikit langsung menciut. Bukan ratu buli gelarnya kalau hanya menghadapi dua mantan cecunguknya itu saja tidak bisa.

"Masih punya muka juga lo pake barang-barang mewah ke sekolah, nggak malu make uang haram?" tanya Alya. Adel malah bersedekap dada, tetap percaya diri saat ia menjadi pusat perhatian seperti ini. Kata Mama yang penting ia sudah tidak memakai barang dari papa, semua yang ia pakai ini dari Kak Ervan. Oh jadi ini salah satu alasan Kak Ervan melarangnya menggunakan barang yang dipakai uangpapa, agar ia tidak malu dan masih punya keberanian untuk melawan. Thanks, Kak Ervan.

“Make uang apa?”

“Uang hasil penggelapan dan aksi jahat papanya yang sekarang udah jadi napi,” sahut Shafaa pada ucapan Alya lalu mereka tertawa bersama. “Jadi ini anak siapa?”

“Anak narapidana, anak penjahat,” balas Alya. Lagi dan lagi mereka menertawakan Adel.

"Ngapa diem aja? Nggak bisa lawan kan lo?" kata Shafaa, memancing. Tidak asyik kalau Adel hanya diam saja seperti ini, kan tujuannya ingin berdebat. 

"Pengin banget gue lawan?" tanya Adel lalu mencebikkan bibirnya. Sudah ia tahan sejak tadi, ditantang seperti itu membuat Adel semakin membara untuk melawan.

Adel maju satu langkah, menerima tantangan mantan teman-temannya itu. Adel menarik kalung yang dikenakan Shafaa dengan paksa sampai si empunya mengaduh kesakitan. “Ini lo beli pake uang siapa? Uang papa gue, uang narapidana itu.”

"Ini juga," kata Adel lagi sambil mengambil ponsel Alya yang ada di saku seragam. Yang punya HP sampai gelagapan karena HP keluaran terbaru miliknya itu diambil begitu saja.

“Itu sepatu, tas, anting, gelang lepas semua! Itu semua beli pake uang bokap gue.” Adel menunjuk barang-barang yang menempel di tubuh Alya dan Shafaa. "Oh iya, perawatan sama skincare juga, nggak usah dipake lagi ya. Kan haram!" ujar Adel sarkas dan menekan kata terakhirnya.

Good job, Adel.

Shafaa dan Alya dibuat gelagapan. Sial! Adel malah mengungkit hal itu di depan umum, di saat semua atensi murid yang sudah datang terpusat pada ke mereka baik dari depan kelas maupun dari koridor. 

"Lepas sekarang! Katanya nggak mau make duit haram!" bentak Adel saat Alya dan Shafaa masih mencoba mempertahankan barang-barang mahal yang menempel di tubuhnya.

“Oh nggak mau? Berarti kalian-” Adel menunjuk Alya dan Shafaa dengan raut wajah penuh emosi. “Yang pake barang hasil kejahatan papa gue, karena lo bisa liat semua barang gue BARU! Udah bukan lagi dari papa gue,” lanjutnya lalyu tertawa.

“Lepas gak!” Adel kembali membentak setelah selesai dengan tawa jahatnya.

Dengan sangat terpaksa, Alya dan Shafaa melepas semua yang Adel sebutkan.

"Udah keliatan kan? Siapa yang pura-pura kaya sama yang beneran kaya," tekan Adel merampas semua barang dari Alya dan Shafaa lalu berjalan ke arah tong sampah di bawah pohon di parkiran.

Blug!

Dengan angkuh Adel melempar semua benda yang ia rampas itu ke dalam tong sampah. Melempar barang-barang mahal itu dengan entengnya, sama seperti membuang sampah. “Yang mau ambil silahkan! Silahkan pungut sampah yang haram itu.”

Adel bersedekap dada dan tersenyum miring lalu melintasi dua mantan temannya itu begitu saja, puas rasanya bisa melihat orang-orang sombong itu terdiam dengan penuh rasa malu sambil melongo karena barang mahalnya dibuang semua. Shafaa dan Alya juga pergi dari parkiran dengan buru-buru. Malu! Rasanya bagaikan ditelanj*ngi di depan umum. Namun, di sisi lain Adel juga menyesal, ia baru saja melakulan sebuah kejahatan lagi.

Adel tidak langsung ke kelas, melainkan ke toilet lebih dulu. Adel ingin menenangkan dan mengontrol diri untuk tidak melakukan lagi sebuah kejahatan. Sepertinya jiwa evil-nya masih mendominasi, emosi sedikit langsung ingin memaki semua orang.

Lihat selengkapnya