Pagi hari di hari berikutnya, Langit sudah sampai di depan rumah Adel. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia langsung dibukakan pintu karena satpam rumah Adel sudah mengenali Langit.
"Kalo nanti capek, pulangnya besok aja," kata Ayra yang diangguki Adel dan Langit. Ayra, Kak Ervan, dan Mama Sindi sedang berdiri di depan rumah sebelum Langit dan Adel berangkat.
"Gue beneran nggak enak ini," kata Ayra berhadapan dengan Langit dan Adel yang sudah akan berangkat ke Jogja.
Adel dan Langit menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Nggapapa elah, demi ponakan gue apa sih yang enggak," kata Adel.
"Iya, Ra. Gue juga ngga masalah, anggap aja jalan-jalan gratis dari lo," timpal Langit. Karena kali ini ia diberi uang oleh Ervan untuk ke Jogja, Langit awalnya menolak tapi katanya untuk menjajankan Adel kalau perempuan itu ingin membeli sesuatu, padahal uang saku Adel juga pasti sudah banyak.
"Hati-hati ya kalian, jagain adik saya. Awas aja kalau pas pulang besok ada lecet di tubuh Adel, sekecil apapun saya akan menyalahkan kamu," kata Kak Ervan pada Langit.
Menelan salivanya, Langit mengangguk. Memang tugasnya sebagai laki-laki untuk melindungi perempuan yang sedang bersamanya, apalagi sudah diancam seperti ini, Langit benar-benar tidak akan membiarkan Adel lecet. “Siap, Pak.”
"Udah saya penenin kamar hotel juga di deket penjual gudeg yang Ayra mau. Kamarnya dua, jadi dipake masing-masing, bukan satunya dikosongin dan malah kalian jadi satu kamar. Kalo sampe kaya gitu, habis kamu pulang dari Jogja," tambah Kak Ervan lagi membuat Langit mengangguk lagi. Lagi pula, Langit pasti tidak mungkin melakukannya.
"Pasti saya jaga Adel baik-baik, Pak." Langit juga tidak mungkin satu kamar dengan Adel, apalagi kalau sudah disediakan dua kamar, kalau tidak pun Langit akan memilih tidur di tempat lain, misalnya di mobil.
"Udah sana berangkat, nanti kemalaman kalau nggak berangkat berangkat," kata Mama Sindi membuat Adel mengecup punggung tangan lalu pipinya.
"Adel berangkat ya, mama kalau mau oleh-oleh chat aja," kata Adel yang diangguki mama Sindi.
"Iya, kalian hati-hati ya? Kalo capek nyetirnya, istirahat dulu," pesan Mama Sindi saat kini Langit yang mengecup punggung tangannya menyusul Adel.
Langit mengangguk, “Iya, Tante.”
Adel melihat perut Ayra yang belum terlihat membuncit tapi menggemaskan kalau mengingat ada nyawa di dalamnya. “Tunggu aunty buat turutin mau kalian ya?”
Iya, ini pertama kalinya Adel mengusap perut Ayra. Dan sialnya Langit merasa Adel begitu menggemaskan saat berucap demikian dengan suara menyerupai anak kecil.
"Makasih ya, aunty," balas Ayra.
Langit dan Adel berangkat saat sudah berpamitan dengan semua orang. Ini termasuk perjalanan panjang karena membutuhkan waktu delapan jam untuk jalanan yang normal dan lancar, kalau macet lebih lama.
Tin ... Tin .…
Langit membunyikan klakson begitu meninggalkan kediaman mewah keluarga Adel dengan membawa anak gadis mereka ke luar kota. Sebuah hal yang tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Langit.