Persoalan hidup manusia itu banyak sekali, sudah masalah pecintaan, keuangan, cita-cita, pekerjaan, keluarga dan masih banyak lagi. Kadang aku lelah terlahir sebagai manusia. Tapi satu yang selalu kuyakini, Tuhan itu adil. Aku selalu percaya itu. Kalau bukan Tuhan yang selalu menjagaku mungkin aku sudah jadi rongsokan sekarang. Ibu selalu berkata, minta kepada Tuhan, tidak ada yang tidak bisa tuhan lakukan. Itu yang selalu kutanamkan sejak kecil. Maka untuk itu, aku harus melewati hariku dengan baik, karena masalah yang kudahapi pasti akan berlalu.
Pagi ini, aku berangkat sekolah sendiri. Kak Bela memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Kakak belum bisa bertemu bapak dulu. Di sepajang jalan menuju sekolah, aku berusaha untuk tampak cerita. Tidak boleh ada satu pun orang yang tahu jika aku sedang punya masalah.
Seperti biasa, saat aku sampai di kelas, Desi sudah lebih dulu sampai. Satu hal yang bisa kuteladani darinya, sifat tidak ingin telat dan selalu tepat waktu. Aku banyak belajar bagaimana kita bisa menghargai waktu dengan tidak datang terlambat.
"Hai."
Aku tersenyum ketika Desi menyapaku.
"Lesu amat kayanya?"
Aku sedikit kaget dengan pernyataan Drsi itu, padahal aku sudah berusaha semangat pagi ini.
"Oh ya? Capek kali ya. Kemarin diajak Kak Bela ke puncak. Kurang tidur juga."
"Ya ampun asik banget."
Aku hanya bisa tersenyum, kalau biasanya aku pasti sudah menyombongkan diri.
Kring... kring... kring...
Bel berbunyi. Tanda kegiatan belajar mengajar sudah dimulai. Pelajaran pertama kami hari ini adalah olahraga. Aku dan teman kelasku bersiap pergi ke lapangan.
Kegiatan dimulai dengan sapaan Pak Nanto-guru penjaskes di sekolahku. Lalu Pak Nanto menjelaskan kegiatan pembelajaran hari ini. Nanti kami akan dibagi menjadi beberapa tim. Lalu akan ada dua tim yang diadu kecepatan berlarinya dengan lari estafet. Sebelum praktek lari estafet, kami dipandu ketua kelas, pemanasan terlebih dahulu.
Selesai dengan pemanasan. Pak Nanto meminta tim 1 dan 2 untuk bersiap, yang lainnya boleh duduk dan menonton dari pingir lapangan. Kebetulan aku tidak termasuk ke tim 1 maupun tim 2, jadi aku mencari tempat yang enak untuk duduk.
Tenggorokanku terasa sangat kering. Setelah mendapatkan tempat duduk, aku bertanya kepada Desi, apakah dia membawa minum.
"Enggak, Gi. Mau beli? Izin dulu?"
Aku menggeleng. Aku ini tipe yang malu untuk meminta izin. Apalagi sedang berlangsung KBM. Aku hanya tidak suka ketika aku izin, perhatian teman-temanku akan mengarah kepadaku.
"Rina. Bawa minum?"
Rina berkata tidak. Aku menanyakan lagi kepada temanku yang berada dii sebelah Rina, dan dia pun menggeleng. Aku tidak tahu harus bagaimana sampai seseorang menaruh botol minum di tanganku. Karena aku sedang dalam posisi duduk, sedang penyelamatku itu berdiri, aku harus mendongak untuk melihat siapa yang sudah memberikan air minumnya kepadaku.
Ghani? Mataku membesar, tentu saja aku kaget.
"Minum! Malah diem."
Mukaku pasti sudah merah sekarang. Ya Tuhan, apa boleh aku teriak sekarang? Bagaimana mungkin Ghani bisa peka sekali terhadapku? Ini seperti memenangkan hadiah di tutup botol. Langka.