Langit Di Negeri Sakura

Harmony Adi
Chapter #7

06 Who Knows?

Deringan ponsel membuyarkan lelapnya tidurku. Semilir angin pagi terasa karena jendela kamarku setengah terbuka sejak semalam.

Aku pun beranjak dari kasurku menuju kamar mandi. Hari ini aku kembali masuk pagi di toko Bu Galuh.

Usai siap dengan pakaian rapi, aku pun segera sarapan. Ayah, ibu dan Bintang sudah disana. Bintang adalah adik perempuanku yang masih duduk di kelas dua SMA.

“Hari ini ada kuliah juga, Lang?” tanya ibu saat aku duduk dan mengambil piring.

“Ada, bu.” Jawabku seraya menyendokkan nasi hangat.

“Kakak gak capék emangnya? Kuliah sambil kerja?” Bintang bertanya padaku disela-sela mengunyahnya.

“Ya namanya juga selagi muda. Kerja keras ya wajar.” jawabku enteng saat lauk sudah mengisi piringku lantas mulai melahapnya.

“Memangnya mau kapan, Lang?” tanya ayah yang kemudian mengambil satu potong tempe lagi.

“Apanya yang kapan, yah?” tanyaku.

“Menikah.” Jawabnya datar.

Makanan di kerongkongan mendadak sulit bergerak. Aku terkejut mendengar jawaban ayah. Bagaimana ayah bisa berbicara itu dengan entengnya?

“Minum dulu, Lang.” Kata ibu seraya menyodorkan segelas air putih.

“Makasih bu.” Kataku yang lantas meneguknya cepat.

“Langit masih dua tahun lagi kuliahnnya, yah.” Kataku yang berusaha menenangkan degupan jantung yang mendadak terpacu.

Ayah tertawa. Ibu juga. Kali ini Bintang juga ikut-ikutan.

“Diusiamu dulu, ayah sudah punya kamu, Lang.” Ucap Ayah seraya melahap nasi di sendok.

“Itu ‘kan ayah. Langit punya jalan hidup sendiri, dong.” Belaku. Aku pun mengunyah makanan lebih cepat.

“Oiya juga, calon mantuku masih di Jepang ya.” Ucap ayah dengan wajah setengah meledekku.

Aku hanya menggeleng. Biarkan mereka dalam fantasi mereka. Lebih baik menghabiskan sarapanku dengan cepat.

Usai sarapan aku sejenak membuka laptop di kamarku, mengirimkan tugas melalui surel kepada Pak Yatno. Setelah itu, aku pun langsung tancap gas menuju toko Bu Galuh. Butuh lima belas menit dengan motor dari rumahku untuuk sampai di sana.

“Pagi.” Sapaku saat sampai di parkiran. Ada temanku yang biasa menjadi kasir toko, Nana.

“Pagi, Lang.” Sapanya balik seraya membuka jaketnya.

“Ibu udah dateng?” tanyaku saat helm sudah kulepas.

“Belum. Bentar lagi mungkin.” Jawabnya dan benar saja, tak lama Bu Galuh datang. Ia diantar oleh anaknya.

Diantara selusin toko yang tersebar, toko ini adalah lokasi pertama kali Bu Galuh memiliki toko, juga karena lokasinya paling dekat dengan rumah beliau, maka beliau lebih sering kemari.

Toko pun dibuka, kami memulai peran masing-masing. Aku segera menuju ruang produksi yang berada di bagian paling belakang toko. Sementara Nana bersama Bu Galuh mempersiapkan kasir.

Lihat selengkapnya