Langit Di Negeri Sakura

Harmony Adi
Chapter #16

15 Pengakuan Langit

Kembali ke masa lalu.

Dua tahun berselang setelah pertemuanku dengan Kiara di reuni sekolah, aku sama sekali tak pernah bertemu. Yang aku tahu Kiara menjadi mahasiswa perwakilan kampusnya di ajang nasional maupun internasional. Beberapa kali dirinya masuk koran maupun ramai di sosial media, sehingga banyak teman satu kelas kami dulu yang juga memberinya ucapan.

Tidak untukku tentunya.

Aku sama sekali tidak bisa menyapanya.

Hingga semesta memberikan sebuah kesempatan yang tak pernah kuduga. Barangkali Kiara pun demikian. Siapa sangka kami akan bertemu?

***

Sore itu hujan turun lebat sekali. Petir juga bersahut-sahutan. Kendati demikian, aku tetap menerobos berbekal jas hujan. Namun, saat hendak mencapai persimpangan sebelum jalan kecamatan aku melihat seseorang berjalan di trotoar sendirian. Ia juga menembus hujan berbekal sebuah payung.

Motor kuperlambat sambil mengarahkannya ke tepi jalan. Aku terus memperhatikan sosok di bawah payung itu. Rambutnya panjang terkuncir satu menggendong sebuah ransel, ia mengenakan celana coklat, kemejanya berwarna biru langit cerah yang nampaknya mulai basah.

Mataku memincing. Memperhatikan lebih lekat sosok sendirian itu. Sesaat kemudian mataku melebar, aku mempercepat kecepatan motor hingga akhirnya berhenti di sampingnya.

Ia pun berhenti lantas menoleh padaku.

“Kiara?” panggilku.

“Langit?” matanya nampak terkejut. Samar-samar kulihat matanya sembap, apakah ia sedang menangis?

“Kamu mau kemana?” tanyaku dengan suara agak keras. Hujan yang lebat bisa saja membuat suaraku tak terdengar.

“Aku mau pulang.” Jawabnya.

Astaga! Bagaimana bisa dia bilang hendak pulang? Sendirian? Di tengah hujan lebat seperti ini?

Aku mematikan motor lantas membuka jok, mengambil cadangan jas hujan di sana.

"Biar aku antar, Ki. Ayo pakai ini dulu." Kataku seraya menyodorkan jas hujan.

Kiara menggeleng. "Gak usah, Lang. Kiara jalan aja. Rumah Kiara 'kan beda arah sama kamu."

"Ki, ini lagi hujan lebat dan ada petir juga. Kamu gak takut, Ki?"

"Kiara suka hujan, kok Lang." Ucapnya sambil tersenyum.

Hatiku mendadak ingin menjerit rasanya. Jelas sekali ia tidak baik-baik saja. Walau suka hujan, orang seperti apa yang mau hujan-hujanan sendirian sambil ditemani petir?

"Kalau gitu aku temenin kamu jalan, Ki." Kataku.

Mata Kiara membulat. "Kok gitu? Kamu pulang saja. Kamu 'kan bawa motor."

Lagi-lagi ia menolakku. Kiara, apakah kamu masih membenciku?

"Aku nggak mau pulang, Ki. Masa aku biarin kamu sendirian disini?"

"Langit, kamu nanti pulangnya telat. Gak apa-apa, biarin aku sendirian." Katanya seraya menggeleng cepat.

"Aku gak apa-apa, Ki. Ayo pulang biar aku antar."

"Kiara gak mau pulang cepat, Lang. Makanya jalan kaki." Ucapnya yang kini menunduk. Tak bisa aku melihat wajahnya kini.

"Aku gak mau ninggalin kamu, Ki. Ini hujan lebat."

"Lang…" panggilnya lirih. Bahunya berguncang. Ia masih menunduk. Kiara menangis.

"Kiara, kamu kenapa?" Tanyaku cepat.

Lihat selengkapnya