Kekacauan tidak hanya terjadi di dalam rumahku. Di luar rumah juga sama kacaunya.
Lingkungan kota ini terdiri dari deretan toko dari kaum non-pribumi sepertiku. Hanya sedikit kaum pribumi yang tinggal di lingkungan kami.
Keriuhan akan penjarahan terjadi di sana sini. Satu per satu dari mereka menguasai seluruh pertokoan.
Teriakan tangis dan mohon ampun terdengar dari berbagai sudut. Seberapa keras aku menutup mata dan telingaku, semuanya tetap terdengar jelas.
Di tengah kekacauan itu, aku tidak menyadari saat seseorang meraih lenganku. Tato bergambar bintang yang mengelilingi pergelangan tangannya tertangkap pandanganku.
Aku yang tidak mengenalnya segera memberontak. Tidak pernah kutemui seseorang dengan ciri seperti itu.
Aku meronta sekuat tenaga. Namun, dia justru mencengkeram tanganku lebih erat. Tatapan matanya sangat mengerikan bagiku.
Kugerakkan kakiku dan berhasil melumpuhkan lututnya. Dia mengerang dan melepaskan tanganku seketika.
Sekuat tenaga Aku berlari menjauh darinya. Namun, dia berhasil menangkapku dengan cepat. Seketika itu juga, dia mendorongku lebih keras.
“Urgh!!!”
Tidak pernah kusadari bahwa aspal jalanan terasa sepanas ini. Terlebih lagi ketika menyentuh kulitku.
Seluruh kaki hingga lututku tampak lecet tergores aspal. Perih yang kurasakan semakin menjadi ketika aku merangkak.
Namun aku berusaha kuat menepis perasaan itu. Sekuat tenaga aku berusaha kabur dari lelaki serba hitam yang berusaha menangkapku.
Kakiku bahkan terseok ketika mencoba merangkak di atas aspal. Menjauh dari lelaki berbadan tegap dengan otot yang padat itu.
Perasaanku sudah tidak karuan. Mataku sudah tidak fokus melihat lelaki dihadapanku. Wajahnya yang tertutup kain hitam tak dapat kukenali. Sorot matanya tak dapat kutangkap lagi.
Seluruh tubuhku menggigil. Gigiku berdecak tak karuan. Oh, Tuhan … ketakutan ini sungguh membunuhku!
Jantungku terus berdegup lebih cepat dari biasanya. Napasku bahkan tak beraturan lagi.
Air mataku berderai tiada henti. Tanganku masih berusaha merangkak di atas panasnya aspal jalanan yang perlahan merobek kulitku.
Ketakutanku tumbuh lebih cepat dan bertahan lebih lama dari biasanya. Benar-benar terasa menjalar ke seluruh aliran darahku.
Perasaan ini membuatku semakin tak berdaya. Terlebih ketika aku menyadari satu hal. Lelaki itu mengejarku tanpa putus asa.
Kepalaku menggeleng pelan sembari menangis tiada henti. Tanganku memohon padanya untuk berhenti.
Namun tidak ada satu kata “tolong” pun yang keluar dari mulutku.
“Brukkk!!!”
“Aaargh!!!”
Aku menjerit sejadi-jadinya. Kurasakan tubuh lelaki tumbang ke arahku. Sorot mata birunya kutangkap saat kepalanya mulai jatuh mendekat padaku.