Langit Fajar Ujung Senja

Susanti
Chapter #9

Bagian 9

Seseorang berusaha menyelamatkan keluargaku? Bulu kudukku merinding mendengarnya. Tak pernah terlintas dibenakku tentang hal itu.

Terlebih, mengetahui hanya Jonathan yang dibawa mereka. Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?

Ah ... aku harap beliau baik-baik saja. Jauh dari mereka terasa memilukan bagiku. Terlebih dengan keadaan saat ini.

Aku tidak hanya merindukan mereka. Namun ingin memastikan jika mereka baik-baik saja.

Jauh di dalam hatiku, kecemasan akan hukuman untuk keluargaku lebih mengkhawatirkan. Apalagi, saat mendengar gossip yang beredar.

Para Trops dan pengungsi mengatakan pemerintah akan membunuh kami. Oh … ini sangat mengerikan.

Mulutku terkunci saat menyimak perbincangan para Trops dengan Fajar. Dari dalam tenda suara mereka di luar terdengar sangat jelas.

"Aku yakin mereka berhubungan dengan pemberontakan."

Aku mengenali suara seseorang yang dipanggil komandan oleh Fajar. Kudengar langkahnya berlari mendekat.

Meski di bawah temaram sinar bulan, kecemasan Fajar dapat kubaca dengan jelas.

"Sepertinya komplotan itu hanya menginginkan Ivanka muda."

Komandan itu berbisik pelan pada Fajar. Namun, aku masih dapat mendengarnya dari dalam tenda.

"Jonathan tidak memiliki rekam jejak apapun terkait pemberontakan. Kau yakin sudah memeriksanya dengan benar?"

"Aku yakin begitu, Fajar. Tenda Ivanka dan istrinya tampak baik-baik saja."

"Hmm ... aku mengerti. Mulai sekarang perketat penjagaan di sini."

"Baiklah … aku akan menambah personil."

Komandan itu meninggalkan Fajar dalam diam. Aku menatap Fajar hingga suara langkah komandan tidak kudengar lagi.

Tidak kusangka Fajar menolehkan kepalanya kepadaku. Seolah dia menunggu apa yang akan kutanyakan padanya.

Sedikit ragu yang muncul kuhempaskan. Napasku terasa sesak mendengar Jonathan dibawa para komplotan itu.

"Kau pasti mengetahui sesuatu bukan?"

"Bukankah itu seharusnya menjadi pertanyaanku?"

"Aku tidak mengetahui apapun, Fajar."

"Kau ingin aku percaya padamu? Bagaimanapun … kalian saudara kembar."

"Kembar tidak selalu sama. Mana mungkin laki-laki dan perempuan memiliki kelompok pertemanan yang sama."

"Itu mungkin saja. Apalagi itu adalah keluargamu."

"Fajar!"

"Berhenti menyebut namaku!"

Mulutku terasa terkunci ketika lelaki itu meninggikan suaranya. Tatapannya lebih buruk dari sebelumnya.

Tenggorokannku terasa lebih pahit saat menelan ludahku. Sudah dua kali ini dia merasa terganggu jika kusebut namanya.

"Kita tidak sedekat itu. Berhenti menyebut namaku. Aku tidak ingin mendengarnya darimu."

Suaranya melembut ketika menjelaskannya. Seolah dia mengerti jika aku butuh penjelasan lebih lanjut.

Tetap saja, jawabannya tidak memuaskanku. Perlahan kuutarakan apa yang ada dalam benakku.

"Kau membenciku tetapi tidak menghindariku. Kau aneh sekali."

Lihat selengkapnya