Bola mata hijau itu saat ini terlihat hitam legam bagiku. Keindahan yang biasa kutemukan di matanya menghilang begitu saja. Semburat kecoklatannya bahkan tak terlihat lagi.
Sorot mata Fajar tak dapat kucerna dengan sempurna. Entah itu ketakutan atau kebingungan. Aku benar-benar tidak mengerti.
Perlahan kutarik napasku dalam-dalam. Aku tidak sanggup jika harus menghadapi tatapan tajam itu.
Kupalingkan pandanganku dari Fajar pada pangkuanku. Kusadari tangannya mengepal dengan keras.
“Sepertinya aku bertemu adikmu.”
Kulontarkan perkataanku dengan suara pelan. Ada getaran yang tak kusadari di dalamnya.
Pandanganku tidak beralih dari pangkuanku. Sementara itu, dapat kurasakan jika Fajar tidak bergeming.
Keheningan dalam ruangan ini benar-benar membunuhku. Apakah Fajar sengaja mendiamkanku? Aku tidak dapat mengartikan semua sikapnya yang terus berubah.
Anak pemimpin Trops yang berdiri di depanku baru kukenal dalam hitungan hari. Ah … aku bahkan tidak yakin apakah kami berusaha saling mengenal.
Aku hanya tahanan baginya. Dan dia … adalah seorang anak pemimpin Trops. Sungguh sulit bagiku mengartikan keadaan ini.
Setidaknya … jika dia mengatakan sesuatu, aku dapat mengartikannya. Tentu saja diamnya lebih menakutkan bagiku.
Mungkin akan lebih baik jika dia berteriak padaku. Memakiku … atau mencemoohku. Seperti para Trops dan para pengungsi yang melakukannya padaku.
Aku tak kuasa menahannya lagi. Perlahan kuberanikan diri untuk menatapnya. Oh ... sensasi apa ini? Mulutku tiba-tiba terkunci.
Tenggorokanku tercekat lebih dalam ketika mata kami beradu. Mulutku bergetar saat kucoba membukanya.
“Aku yakin dia adikmu.“
Semuanya terlontar begitu saja. Keyakinanku akan seseorang yang kutemui sebelumnya sepertinya mengalahkan rasa takutku pada Fajar.
Namun, lagi-lagi Fajar tidak menanggapi ucapanku. Pandangannya dia alihkan pada jendela dekat ranjangku. Dia tampak menarik napas dalam-dalam.
“Aku yakin kau salah. Dia bersamaku tadi malam.”
“Tidak, Fajar. Aku yakin itu dia.“
Fajar tampaknya masih tidak nyaman ketika aku menyebut namanya. Tatapannya selalu berubah setiap kali aku menyebut namanya.
“Ah … aku baru saja menyebut namamu? Okay … sorry …”
“Kau hanya tahanan di sini.”
“Aku paham. Sulit bagiku untuk tidak melakukannya.”
“Berhenti beralasan. Tidak ada tahanan yang berani menyebut namaku.”
“Tentu saja. Kau sangat menakutkan.”
Aku menggerutu tetapi Fajar tidak menghiraukanku. Dia justru beranjak keluar dari ruanganku dengan cepat. Tampaknya terjadi keributan di luar sana.
Sepertinya seseorang berlari mendekat pada tempatku di rawat. Tunggu … Fajar menyadari kehadiran orang lain secepat itu? Ah … itu sebabnya dia sangat menakutkan bagi siapapun.
Suaranya yang lantang saat bertanya pada para Trops membuat siapapun tak mampu melawannya.
“Ada apa?”
“Ah … itu … Prabu muda ada di sini. Dia bersikeras untuk masuk.”
“Hum … aku akan menghampirinya. Jaga tempat ini.”