Hari-hari yang kulalui di tempat pengasingan ini mengubah pandanganku. Membuatku tersadar tentang berbagai hal.
Terlebih saat kubaca satu persatu kisah Nelson Mandela. Semuanya kutemukan dalam kumpulan buku yang dimiliki Fajar di ruangannya.
Ketertarikanku pada kesetaraan, keadilan, dan perdamaian semakin menjadi. Beruntung, rentetan buku yang ada di rak itu membantuku menjawab semuanya.
Beberapa bulan setelahnya, Fajar mengijinkanku kembali ke kampus. Aku merasa ragu-ragu kala itu. Namun menyelesaikan kuliahku lebih penting dari apapun.
Meskipun waktu berlalu, aku masih belum bertemu orang tuaku. Tapi itu tidak masalah bagiku. Semangat Nelson Mandela mengubah pandanganku.
Semangatnya meyakinkanku untuk menjemput mereka suatu saat nanti. Aku butuh kekuatan yang cukup untuk menopangku.
Saat ini, berkirim email dengan mereka sudahlah lebih dari cukup. Aku yakin, bertatap muka dengan mereka hanya masalah waktu.
Berdiri di balik sosok Fajar tidak selamanya merugikanku. Meskipun keluarganya notabene adalah anggota Trops kelas atas.
Fajar dan keluarganya membukakan pintu untuk perjuangan kaum minoritas sepertiku. Secara terbuka mereka selalu mendukungku.
Fajar dan keluarganya bahkan mendukung beberapa komunitas yang kudatangi. Mereka bahkan tidak segan untuk memberikan bantuan. Ada kalanya mereka bahkan terjun langsung dengan tindakan serius.
Tidak jarang, keluarga Tony itu melakukan publikasi atas tindakan komunitas kaum sepertiku. Tidak hanya melalui televisi, radio, bahkan media cetak.
Koneksi mereka terhadap media sungguh luar biasa. Kami terbantu dengan mudah karena mereka.
Tidak dapat dipungkiri, kehadiran perjuangan kaumku di mata media mendapatkan perubahan. Bahkan mampu membuat keadaan di kota berangsur membaik.
Terlebih saat pemerintah telah mendeklarasikan perdamaian. Mereka bahkan secara terbuka menerima kami sebagai bagian dari penduduk negeri ini.
Sebagian besar dari kaum sepertiku hanya menuntut persamaan hak. Keinginan untuk diakui Negara sebagai warga Negara legal di negeri ini.
Sekali lagi, koneksi keluarga Tony berperan penting bagi kaum sepertiku. Mereka memberikan secercah harapan bagi para penyintas permberontakan dan penjarahan sepertiku.
Meskipun masih memicu berbagai perdebatan, aku merasa lega. Setidaknya kaum sepertiku telah diakui secara hukum. Semua ketentuannya telah tertulis dalam undang-undang.
Tahun-tahun selanjutnya kuhabiskan waktuku menyelesaikan master degree di Inggris. University of Cambridge menjadi pilihanku setelah berhasil mendapatkan beasiswa ke sana.
Sesekali dalam dua tahun terakhir, Fajar mengunjungiku. Terasa menyenangkan ketika dia datang di sela-sela kesibukannya.
Hingga saat ini, Fajar masih mendukung Ayahnya di pemerintahan. Posisi pemimpin Trops mungkin akan jatuh di tangannya.
Kudengar sebentar lagi Tony akan pensiun. Fajar sangat mencintai negaranya melebihi apapun. Sama seperti Ayahnya.
Tony muda ini sangat dihormati anggota Trops lainnya. Dia membuat banyak perubahan setelah pemberontakan itu.
Jauh di dalam lubuk hatinya, aku mengerti jika dia tidak ingin kejadian di 98 itu terulang kembali. Siapapun tidak menginginkannya.
Sama sepertiku dan juga kaum sepertiku di luar sana. Kami tidak ingin hujan badai itu kembali lagi.
Secercah harapan muncul setelah undang-undang tentang kaum kami dilegalkan. Hujan badai yang dulu menurut kami tidak akan berhenti telah menghasilkan pelangi.
Hari ini menandai tiga puluh hari setelah kelulusan master degree-ku. Fajar telah menghubungiku seminggu sebelumnya.
Tony bahkan memintaku untuk tinggal bersama mereka ketika aku kembali.
“Pikirkanlah kembali Senja. Aku juga menyiapkan tempat untukmu di pemerintahan. Kemampuanmu pasti akan bermanfaat bagi negeri ini.”
“Hum … terima kasih, Tony. Akan kupikirkan kembali.”
Suaranya yang berat selalu mengingatkanku pada Ayah. Betapa aku merindukannya.
Beliau pasti senang mendengar Tony akan membantuku lagi. Aku akan menceritakan semuanya saat kukirim email padanya.
Persahabatan Ayah dengan Tony membuatku mendapatkan semua kemudahan ini. Hanya itu yang terlintas di benakku.
Terlepas dari drama yang mereka lakukan untuk menangkap kami saat itu. Aku yakin, persahabatan mereka tidak sedangkal itu.