Bagiku waktu selalu pagi. Diantara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Pagi berarti satu hari yang menjadi bukti bahwa kenyataannya memang masih ada masa depan dengan beribu alasan setiap kali mengeluh. Dan pagi berarti satu malam dengan mimpi – mimpi yang menyesakkan terlewati lagi, malam – malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan napas tertahan.
Tapi, sesekali aku memang merasa jenuh, ketika aku seolah menjadi asing bagimu. Sudahlah, aku tahu bahwa aku tak berhak sedikitpun atas waktumu.
Dan kita berada pada titik dimana kita sama – sama tahu. Kau tahu jika aku menyukaimu, dan aku tahu jika kau pun inginkanku, tapi kau seolah memang sedang tidak ingin peduli akan itu karena egomu adalah segalanya buatmu.
Sampai akhirnya aku menjadi terlalu pemilih untuk siapa yang akan diajak berjuang. Sebab, aku takut merasakan sakit yang berulang – ulang. Biarlah. Biarlah itu semua mengalir dengan harapan langit yang semakin membiru setelah senja. Fokusku hanya mimpi. Melukis langit dalam selipan tulisanku. Tapi apakah aku bisa?
***