Langit Kala Senja

dita heriwiendyasworo
Chapter #3

Mas Biru #3

Pagi ini terasa sendu. Jogja diguyur hujan. Tidak terlalu deras namun cukup untuk membasahi tanah Jogja ini. Jogja adalah kota yang menyimpan banyak kerinduan bagi para wisatawan. Selain tempat wisatanya, keramahan di dalamnya menjadi salah satu alasan mengapa wisatawan ingin kembali lagi ke Jogja. Aku bersyukur dibesarkan di tanah Jogja. Berteman dengan keramahan sejak kecil.

"Nduk, Budhe minta tolong nanti kalau hujan sudah reda antarkan pesanan dari langganan Budhe. Alamatnya di daerah Taman Sari. Soale Budhe harus temenin pakde buka jaga lapak di Malioboro karena ini Hari Sabtu pasti ramai wisatawan." Ucap Budhe minta tolong. Aku memang selalu ditugaskan untuk mengantar pesanan jahitan. "Ya Budhe, nanti Pelangi antarkan. Budhe tenang aja ya." Jawabku. "Makasih yo Nduk."Balas Budhe. Walaupun hujan Malioboro selalu ada pengunjungnya. Selain berfoto di tulisan Jl. Malioboro, biasanya pengunjung juga berbelanja batik murah maupun pernak pernik khas Jogja lainnya.

Pukul 10.00 WIB hujan sudah reda. Aku segera mengeluarkan motor untuk mengantar pesanan jahitan. "Budhe, Pelangi berangkat ya untuk antar pesanan. Tapi nanti Pelangi langsung berangkat ke sekolah karena jam 1 siang pengumuman kelulusan. Doakan Pelangi ya Budhe." Kataku sambil cium tangan Budhe. "Yo Nduk hati-hati." Jawab budhe. Ku keluarkan motor dan mengikat pesanan jahitan yang lumayan banyak di atas motorku. Ku telusuri Jogja yang sendu ini dengan kecepatan pelan. Sengaja, selain karena jalanan licin, ku ingin menikmati Jogja dengan cuaca seperti ini. Aku selalu suka hujan. Pun selalu suka cuaca setelah hujan. Romantis dan sendu. Tapi ada banyak rindu yang terpendam. Rindu dengan orang-orang yang aku tidak pernah bertemu sebelumnya. Ayah, Kak Langit, dan Ibu tentunya. Aku hanya bisa memandangi wajah mereka melalui foto yang budhe miliki. Aku masih selalu berharap agar kelak bisa berjumpa dengan Kak Langit dan Ayah.

30 menit ku kendarai motorku akhirnya sampai juga di alamat yang kutuju. Rumah mewah, dengan halaman yang luas, namun sepi. Tak terlihat aktifitas di dalamnya. Apa mungkin penghuninya kerja semua. Hmmm. Entahlah. Sudah 3x ku tekan bel di tembok samping pagar namun tak kunjung ada yang keluar. Aku lupa tidak minta nomor handphone pemilik rumah ini ke budhe. Baiklah ku memutuskan untuk menunggu 15 menit lagi di luar pagar sambil sesekali menekan bel, siapa tau lagi mandi mungkin.

Setelah 10 menit lagi menunggu, keluarlah seorang lelaki muda dengan perawakan tinggi, kulit putih, badan proporsional. Aku sempat tertegun. "Maaf ya mbak. Daritadi menunggu ya? Tadi saya lagi mandi. Sementara satpam sedang libur juga, Heheheh." Katanya dengan lembut. "iiiii...iii.. iya mas gakpapa kok. Hehe. Ini saya mau mengantar pesanan dari Budhe saya." Kataku grogi. Dalam hati apakah ini first love? hihihi. Sejujurnya aku tidak pernah pacaran. Prinsipku ingin menikah saja jika sudah bertemu yang cocok. Hehehe. Tapi laki-laki di depanku ini benar-benar membuatku tertegun. Hush menghayal saja aku ini.

"Oh iya terimakasih ya mbak. Maaf merepotkan." Katanya masih dengan logat yang ramah. Aku kesulitan mengambil barang di atas motorku. Karena tadi diikat mati. Akhirnya dia membantu. Aku deg-degan di dekatnya. Oh apalah ini namanya. Mengapa perasaanku jadi seperti malu-malu begini. "Kalau boleh tau, ini jahitan baju apa, Mas? Kok kayanya banyak sekali. Buat dijual lagi ya? hehe." Tanyaku bodoh. Kenapa juga aku harus menanyakan hal itu. Kalau itu privasi bagaimana? Dia pasti tersinggung. Ah aku terlalu kepo. "Oh bukan untuk dijual lagi, tapi anak-anak panti. Ada beberapa anak yang harus pentas pekan seni di sekolah. Ini kostum untuk mereka." Katanya sambil tersenyum. Oh Tuhan, kenapa senyumnya makin membuatku deg-degan. "Oh gitu, Mas." Responku singkat. Sebenarnya aku mau bertanya lagi apakah dia donatur di panti? Atau dia punya panti? Atau dia kerja di panti? Ah nanti aku disangka kepo. "Iya kebetulan anak-anak yang berada di panti asuhan yang saya punya rata-rata mereka sudah sekolah, Jadi saya bertanggung jawab atas kebutuhan mereka di sekolah." Deg... Seakan-akan dia menjawab pertanyaan dalam hatiku tadi. Oh ku makin deg-degan tidak karuan. "Oh ya Mbak, saya boleh minta nomor handphonenya? karena saya akan pesan baju lagi untuk beberapa minggu lagi." Whattttt?!! Dia minta nomor hpku. Duh ku makin grogi. Hushhh.Khayalanku terlalu tinggi. Dia hanya ingin pesan baju. "Ini Mas nomor hp saya. Karena budhe jarang sekali pegang hp jadi tidak apa-apa kan saya kasih nomor saya?" Kataku sedikit modus. Heheh. Memang budhe jarang sekali pegang hp. "Ohya gapapa dong. Namanya siapa Mbak, maaf ?" Tanyanya. "Pelangi. Lengkapnya Pelangi Kala Senja. Mas siapa namanya ?" Refleks ku bertanya balik. Entah kenapa ada kebanggaan tersendiri ketika ku menyebut nama lengkapku. Walaupun dulu waktu kecil sering diejek oleh teman-teman karena namaku yang tak biasa, namun nama adalah doa dari orangtua. "Waw nama yang bagus. Saya Biru."

Lihat selengkapnya