LANGIT KEDUA

IGN Indra
Chapter #7

Angin Di Antara Dua Musim - Part VI

Ada empat jenis keheningan di meja makan rumah Arga dan Sekar.

Pertama, keheningan lelah di hari Senin. Kedua, keheningan canggung setelah pertengkaran kecil. Ketiga, keheningan nyaman saat mereka tenggelam dalam ponsel masing-masing, sementara suara dari kartun yang ditonton Langit di tabletnya menjadi latar.

Dan yang keempat, yang paling buruk: keheningan malam ini. Keheningan yang hampa dan tegang, yang membuat anak laki-laki mereka yang berusia tiga tahun, Langit, bahkan ikut merasakannya. Ia makan dalam diam, sesekali melirik cemas dari wajah ibunya ke ayahnya.

Arga menatap ayam panggang di piringnya. Sebuah mahakarya domestik. Sekar pasti menghabiskan waktu untuk membuatnya, bumbu rosemary dan bawang putihnya meresap sempurna. Makanan ini adalah sebuah penegasan dari kehidupan yang telah mereka bangun bersama. Dan setiap suap yang Arga telan terasa seperti sebuah pengkhianatan. Di benaknya, alih-alih rasa gurih ayam, yang terbayang adalah aroma parfum Raya dan rasa bir dingin yang mereka bagi, dua hari yang lalu.

"Ayah, tadi aku bikin oket." suara Langit memecah lamunan, sebuah upaya polos untuk menarik perhatian.

“Oh ya, jagoan?” sahut Arga, berusaha keras memasang senyum terbaiknya. “Nanti Ayah lihat, ya.”

“Bagaimana harimu?” Suara Sekar menyusul, terasa lebih seperti sebuah formalitas daripada pertanyaan tulus. Jembatan renta yang selalu mereka bangun di atas jurang yang diam-diam semakin lebar.

“Baik,” jawab Arga. “Seperti biasa.” Sebuah kebohongan. “Ada proyek yang menarik. Sebuah musikal.” Ia menambahkan bagian terakhir itu dengan sembrono, sebuah upaya untuk mengalihkan pembicaraan ke sesuatu yang aman.

Sekar meletakkan garpunya. Matanya yang biasanya terlihat lelah kini tampak berbinar, sebuah kilat ketertarikan yang tulus. Dan ketulusan itu, entah kenapa, justru terasa seperti sayatan pisau bagi Arga. “Oh ya? Ceritakan sedikit,” katanya.

Lihat selengkapnya