Langit Kelima: Kunci Etheria

Muhammad Algis algifachri
Chapter #6

Bab 6 - Cahaya yang Tak Aku Pilih

Aku pernah percaya bahwa cahaya adalah segalanya.

Bahwa jika aku cukup bersinar, aku akan diterima.

Bahwa jika aku cukup kuat, aku akan bebas dari bayang-bayangnya.


Tapi cahaya bisa menipu. Dan aku lelah berlari dari pantulanku sendiri.



---


Kael masih belum bangun.


Tubuhnya tergeletak di atas altar kristal Kuil Air, dikelilingi sisa-sisa pusaran Etheria yang belum reda. Cahaya biru lembut masih berdenyut dari kulitnya, seolah Pilar itu meninggalkan sebagian jiwanya dalam darahnya.


Aku duduk di sisinya, membasuh dahinya dengan kain basah yang gemetar di tanganku sendiri. Aku tak tahu mengapa aku melakukannya. Mungkin karena ingin merasa berguna. Mungkin karena… aku takut kehilangan dia, seperti aku kehilangan yang lain.


“Dia mengorbankan terlalu banyak,” gumamku pada udara.


Zarek, yang berdiri beberapa langkah dariku, hanya diam. Tangannya menggenggam gagang pedangnya terlalu erat. Aku tahu ekspresi itu—ia marah. Tapi bukan kepada Kael, atau musuh.


Ia marah karena ia tak bisa berbuat lebih saat Kael roboh.


Sama seperti aku.



---


Malam turun pelan seperti kabut. Kuil Air sunyi, terlalu sunyi. Tapi di balik kesunyian itu, aku tahu sesuatu sedang bergerak. Bukan di luar… tapi di dalam.


Di dalam Kael. Di dalamku. Di antara kami.


Aku tidur di samping Kael malam itu, walau tidur bukan kata yang tepat. Aku hanya memejamkan mata, mencoba mematikan pikiranku sendiri. Tapi tubuhku dingin, dan jiwaku lebih dingin lagi.


Dan saat aku benar-benar terlelap… aku masuk ke tempat itu.



---


Air menggantung di udara, beku dan tidak. Langit tidak ada. Tanah tidak terasa. Hanya… gema.


Kael berdiri di tengah lingkaran danau. Punggungnya membelakangiku. Tubuhnya gemetar, seperti menahan sesuatu.


Lihat selengkapnya