Langit Kelima: Kunci Etheria

Muhammad Algis algifachri
Chapter #14

Bab 14 - Bayangan dan Terang

---


Langkah pertama ke dataran Cahaya adalah seperti melangkah ke dalam mimpi yang terlalu jernih untuk menjadi nyata. Permukaan tanah di bawah kaki kami bukan batu, bukan pula pasir—melainkan semacam kaca hidup, yang memantulkan bukan tubuh kami… tetapi versi lain dari kami. Kael melihat sosoknya yang lebih tinggi, lebih kuat, tapi bermata kosong. Lyra melihat dirinya tersenyum dingin, mengenakan jubah putih seperti para pengkhianat Umbra. Dan Zarek—ia tidak berkata sepatah kata pun, tapi wajahnya membeku ketika bayangan di bawah kakinya memudar seolah ia tidak pernah ada.


Sosok gadis yang kami temui di tengah dataran masih berdiri. Ia tidak bergerak. Tidak berkedip. Matanya tetap menatap Kael.


“Aku penjaga Pilar Cahaya,” katanya, “Tapi aku tidak berasal dari Cahaya.”


Kael melangkah hati-hati, jari-jarinya menggenggam senjata di sabuknya. “Siapa kau sebenarnya?”


Gadis itu mengangkat tangan. Cahaya di sekitarnya berdenyut. Lalu dari belakangnya, Pilar Cahaya mulai terlihat—sebuah menara tinggi dari kristal putih yang menyerap semua cahaya di sekitarnya, membuatnya tampak seperti bayangan terang.


“Aku adalah bayangan dari para penjaga. Cermin dari dosa-dosa mereka. Penyesalan yang tak pernah terucap.”


Zarek mencengkeram gagang belatinya. “Kau bukan penjaga. Kau sesuatu yang lain.”


“Benar,” katanya. “Aku bukan penjaga... tapi penimbang. Sebelum Cahaya bisa diaktifkan kembali, kalian harus melalui satu ujian terakhir: menghadapi siapa kalian sebenarnya.”



---


Cahaya di langit bergetar. Tanah di bawah kaki kami retak pelan, dan dari retakan itu, kabut putih pekat muncul—bukan menutupi dunia, tapi melarutkan dunia. Seperti cat air yang tercampur hujan, semuanya larut: warna, arah, dan waktu.


Kael melihat sekeliling—Lyra dan Zarek telah menghilang. Ia sendirian. Tapi bukan di dataran itu lagi. Ia kini berdiri di dalam sebuah ruang sempit—kamar kecil dari rumah masa kecilnya. Aroma tanah basah dan angin gurun masuk dari jendela. Dan di depan pintu… berdiri seorang pria yang sudah lama ia kubur dalam ingatan.


“Ayah?”


Suaranya kering. Pria itu menoleh, wajahnya setengah tertutup bayangan. “Kael,” katanya, suaranya dalam dan dingin. “Kau melupakan darahmu sendiri. Kau pikir darahmu berasal dari langit... tapi kau tak tahu apa yang telah kubunuh demi melindungimu.”


Kael mundur satu langkah. “Ini hanya ilusi. Ini ujian.”


Ayahnya—atau sosok yang menyerupainya—tersenyum tipis. “Kalau begitu, mengapa kau masih takut padaku?”



---


Di tempat lain, Lyra berjalan di koridor putih yang tak berujung. Dindingnya memantulkan bayangan dirinya sendiri—bukan satu, tapi ratusan. Semua tersenyum, semua menyeringai, semua berbicara dalam bisikan halus:


“Kau adalah hasil dari pengkhianatan.”

“Kau adalah alasan ayahmu jatuh.”

“Kau adalah awal dari akhir.”


Lyra menutup telinganya, tapi suara itu berasal dari dalam. Ia melihat satu pintu di ujung lorong, bercahaya lembut. Ia membuka... dan menemukan dirinya kecil, menangis di tengah ruangan gelap.


Gadis kecil itu menatapnya. “Kenapa kau pergi, Lyra? Kenapa kau biarkan mereka menyeret Ayah?”


“Aku… aku tidak tahu…” bisiknya. “Aku hanya seorang anak waktu itu…”


“Tapi kau tetap diam. Dan sekarang kau ingin menebusnya? Kau pikir jadi pahlawan akan membersihkan dosamu?”



---


Zarek sendiri berdiri di padang kering, di mana pohon-pohon batu berdiri kaku. Suara ibunya memanggil dari kejauhan, tapi saat ia berlari mengejarnya, ia tiba di makam tua yang telah terbuka. Di dalamnya… bukan ibunya. Tapi dirinya sendiri, terbujur kaku.


“Tak seorang pun akan mengingatmu, Zarek,” suara itu bergema. “Karena tak seorang pun pernah benar-benar mengenalmu.”


Zarek berlutut, meninju tanah keras di bawahnya. “Tidak… Aku bukan bayangan. Aku hidup. Aku bernapas.”


“Apa gunanya bernapas jika hatimu telah mati?”



---


Kembali ke dataran Cahaya.


Kael membuka matanya—ia kembali. Tapi lututnya lemas, dan ia jatuh ke tanah. Nafasnya berat. Lyra dan Zarek juga kembali dalam waktu bersamaan. Keduanya seperti baru selesai berlari dari neraka.


Sosok penjaga bayangan masih di tempatnya. Tapi kini ia tersenyum.


“Kalian bertahan.”

Lihat selengkapnya