Langit Merah Batavia

Leyla Imtichanah
Chapter #3

#3 Bulan Sabit di Langit Kelam

Pada mulanya, Cina adalah negara yang damai dan memberikan penghidupan yang layak bagi rakyatnya. Namun, musibah yang datang silih berganti mengubah keadaan itu. Bencana alam, banjir, kelaparan, perang, wabah, dan kriminalitas tak henti-henti melanda negara tersebut. Puncaknya terjadi ketika Inggris datang menjajah, sehingga pecah Perang Candu pada tahun 1839.

Inggris yang kala itu memerlukan dana untuk membiayai penjajahannya di India, melirik Cina yang memiliki penduduk berlimpah sebagai pasar candu. Rakyat Cina banyak yang menjadi lemah karena mengisap candu. Apabila melawan, akan dihadang dengan kekerasan. Bahkan pada akhirnya, Cina terpaksa harus menyerahkan Hong Kong kepada Inggris melalui Perjanjian Nanking.

Rakyat yang sudah kecanduan, tidak bisa melepaskan diri dari barang terkutuk itu. Pembelian candu semakin gencar, sehingga menghabiskan cadangan perak dan perbendaharaan negara. Pemerintah Cina terpaksa menaikkan pajak, yang semakin membuat rakyat menderita.

Untuk menghindari beban hidup yang semakin membelit, rakyat Cina banyak yang merantau ke Nanyang1. Banyak dari mereka yang bahkan bermukim di sana. Mereka disebut Huakiau2. Para perantau berusaha mengumpulkan harta kekayaan sebanyak mungkin. Sebagian dibawa pulang kembali ke Cina, untuk membantu perekonomian keluarganya di sana.

Orang Cina yang ingin merantau ke Nanyang, harus menghubungi seorang thauke3. Para thauke ini bukan hanya membantu orang-orang Cina yang ingin merantau, tetapi juga mencarikan pekerjaan. Namun, harus hati-hati memilih thauke, karena ada yang jahat, mengambil perbekalan para perantau, lalu membuang mereka di pulau tak bertuan.

Itulah yang dilakukan oleh ayah Mei Ye, belasan tahun silam. Merantau ke Nanyang, tepatnya Batavia dan mencari penghidupan yang layak di negara baru. Pemuda yang baru berusia delapan belas tahun itu kemudian menikah dengan seorang gadis pribumi4, seperti yang juga dilakukan para huakiau lainnya. Mereka menjadi bagian dari rakyat setempat, memeluk agama Islam, dan mencukur tocang-nya. Orang Belanda menyebut mereka Cina gundul.

Penduduk pribumi menyebut mereka, peranakan. Nama ini diturunkan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran antara Cina dan pribumi. Orang-orang Cina itu sering berpihak kepada pribumi, jika bersitegang dengan Belanda. Itulah mengapa Belanda menganggap orang-orang Cina sebagai ancaman yang serius dalam usahanya menancapkan kuku di bumi nusantara.

Batavia yang berarti Ratu dari Timur memang masih berada di dalam cengkeraman pemerintah Hindia Belanda sejak dua abad yang lalu. Batavia semula bernama Jayakarta, semasa masih dikuasai oleh Pangeran Jayakarta atau Fatahillah, yang berhasil membebaskannya dari tangan Portugis. Lalu, Cornelis de Houtman dan orang-orang Belanda yang lain mengubah semuanya. Pada mulanya mereka hanya ingin mengadakan kegiatan perdagangan di Batavia, di atas sebidang tanah di perkampungan Cina, di sebelah timur Ciliwung. Kemudian berdirilah perkumpulan dagang yang selanjutnya bernama VOC.

Lihat selengkapnya