LANGIT MERAH MUDA

Najma Gita
Chapter #5

5

“Mirip siapa?” Aku memiringkan kepala menatapnya. Baiklah, mari kita lihat apakah buaya buntung satu ini akan bicara jujur atau tidak. 

Rakha menatapku dari tepian cangkir, lantas mengembangkan senyumnya. “Bukan siapa-siapa. Nggak usah dipikirin.”

Enak saja. Aku tidak akan berhenti disini. Enak sekali kalau aku membiarkannya begitu saja. Permainan ini rasanya semakin menarik saja. Lama-lama aku menikmati peranku sebagai Jessie. Aku plin-plan? Memang, karena itu sudah menjadi nama tengahku sejak lama.

“Jangan-jangan Mas Rakha naksir dia terus ditolak. Makanya sekarang deketin aku karena kami mirip,” kataku sok tahu. Sampai di rumah nanti aku harus mencuci mulutku sampai bersih karena mengatakan hal konyol seperti ini. 

Tawa Rakha menghambur. Rasanya aku ingin menumpahkan orange juice yang masih penuh itu ke kepalanya. Reaksinya selalu berlebihan kalau aku yang dalam mode Jessie menyinggung diriku yang sebenarnya, Kenzie. Siapa yang tidak sebal kalau dianggap bakteri sehingga perlu dijauhi supaya dia tidak terkontaminasi. Sialan.

“Mana ada kayak gitu,” jawabnya setelah menyelesaikan tawanya. “Udah, nggak usah dibahas lagi. Nggak penting juga, kan? Kebetulan aja kamu mirip sama orang yang aku kenal. Nggak mirip-mirip banget, sih.” Dia mengedik.

Bohong. Dalam hati aku mencibir. Ternyata Rakha pintar bohong juga. Jangan lupakan predikat yang dia sandang. Laki-laki kalau tidak pandai berbohong, tidak mungkin bisa menjalin hubungan dengan tiga perempuan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Ternyata dia lebih berengsek dari Pak Fendi, atasanku di kantor. Aku kira bosku itu laki-laki paling berengsek yang pernah ada karena dia tidak bisa berkomitmen dengan satu perempuan. Ya, hubungan mereka hanya sebatas hubungan sekilas atas dasar mau sama mau, suka sama suka. Nah, ini, laki-laki bergelar adik tiriku ini, menjalin hubungan dengan tiga perempuan sekaligus dan masih menjalani hubungan friends with benefit dengan perempuan yang aku lihat tadi. Astaga. Rasanya aku ingin mencincangnya kemudian membuang dagingnya ke laut sebagai pengenyang perut hiu. Ya ampun!

Menurutku, sih, Rakha tidak cocok kalau kenyataannya dia memiliki garis darah yang sama dengan papa. Selama menjadi suami mama, aku tidak pernah memergoki papa berbuat yang iya-iya di belakang mama. Bukannya sok tahu, tapi seseorang kan bisa dinilai dari kebiasaannya, sikap dan perilakunya. Dari cerita mamapun, setelah istri pertamanya meninggal, mama adalah orang pertama yang dia dekati. Ya, dari situ aku bisa menyimpulkan kalau dia laki-laki monogami. 

Perhatianku kembali pada Rakha yang sedang menceritakan sesuatu. Lama mengobrol dengannya, ternyata dia lawan bicara yang menarik. Dia pandai membangkitkan suasana sehingga aku tidak merasa bosan duduk lama di depannya. Sifat Rakha yang seperti ini, baru kali ini aku mengetahuinya. Bagaimana bisa tahu, di rumah hubungan kami seperti kucing dengan tikus. Melihatku saja dia sudah memicingkan mata. Sedangkan aku sendiri mudah sekali tersulut emosi melihatnya seperti itu. Sumbuku menjadi pendek kalau sudah berhadapan dengannya. Ya kali kami bisa mengobrol dengan akrab seperti sekarang.

“Aku kasih peringatan ya, Mas,” ujarku tidak peduli. Rakha spontan meletakkan cangkirnya dan menaruh perhatian penuh padaku. “Kalau memang Mas Rakha naksir sama cewek itu...”

“Cewek yang mana?” sambarnya cepat.

Astaga, responnya cepat sekali kalau soal cewek. Hebat. “Cewek yang mirip aku itu,” aku melanjutkan. “Maksudku, kalau memang kamu mengalami cinta sepihak, nggak boleh lantas cari-cari cewek yang mirip cewek itu. Itu namanya jahat.”

Rakha tergelak. “Kamu beneran lucu, ya?”

Aku mengedik. Baiklah, adik tiriku yang manis, kamu boleh tertawa keras sekarang. Tapi tunggu saja setelah ini aku akan membuatmu meringis karena patah hati. Jangan panggil Kenzie kalau aku tidak bisa melakukannya. “Kenapa? Yang aku bilang benar, kan?”

Rakha tersenyum lebar. “Itu nggak benar, Jess. Kalian memang mirip, sih. Aku nggak bohong soal itu. Tapi bukan itu yang bikin aku deketin kamu. Aku deketin kamu karena aku beneran tertarik.”

Wow! Kata-kata itu memang bisa membuat bocah remaja tersipu lantas merona mendengarnya. Mungkin dia sering menggunakan kata-kata itu untuk menarik perhatian perempuan lain. Tapi tidak denganku yang sudah mengetahui sifatnya luar dalam.

Aku mengarahkan bola mata ke atas. Oke, mari kita tarik ulur sekarang. Aku tidak akan membiarkannya berada di atas angin dan menganggap remaja tanggung mudah dirayu. Akan aku tunjukkan sisi lain dari seorang Jessie. Apa dia pikir perempuan dimana-mana sama, mudah dirayu? “Mas Rakha salah memilih orang kalau bilang gitu sama aku. Aku nggak akan merona apalagi tersipu hanya karena mendengar cowok ganteng di depanku bilang tertarik. Nggak semudah itu.” Aku mencibir. 

Rakha masih belum melepaskan senyumnya. Manis, sih. Tidak heran banyak perempuan suka rela menyodorkan diri padanya bahkan sebelum dia mengeluarkan jurus mautnya. “Sudah aku duga sejak awal. Kamu memang beda dari cewek kebanyakan. Aku semakin tertarik.”

Dasar buaya darat. Sudah dibilang aku tidak akan tertarik, tapi masih tetap merayu. Aku memutar bola mata. “Kata-kata aku tertarik nggak bikin aku akan punya rasa yang sama. Meskipun ditambahi dengan semakin.”

Rakha kembali tertawa. “Sudah lama aku nggak tertawa selepas ini.” Dia memiringkan kepalanya menatapku. “Kamu memang menarik, Jess. Nggak salah kan kalau aku jadi tertarik?”

Astaga, laki-laki buaya ini tidak mempan dengan penolakan. Semakin ditolak, semakin pula dia mendekat. “Tapi maaf-maaf, saja. Aku nggak tertarik sama om-om. Sama sekali nggak.” Sengaja aku menggelengkan kepala untuk membuat efek dramatis dan meyakinkan.

Rakha mengedipkan mata. Aku tahu dia tidak nyaman kalau dipanggil dengan sebutan om-om. Hei, tidak salah, kan? Jangan lupakan peranku disini. Disini aku berperan sebagai remaja tanggung yang masih berumur belasan tahun. 

“Aku rasa perbedaan umur kita nggak terlalu jauh, Jess. Kedengarannya nggak enak banget kalau kamu panggil aku ‘om’,” tolaknya tidak sabar.

Aku tergelak. Kali ini tawaku tulus, tidak dibuat-buat. Senang sekali rasanya membuatnya sedikit mengeluarkan emosi. Ini belum seberapa, Rakha. Lihat saja nanti. 

Lihat selengkapnya